Join The Community

Pinjaman lunak

Pengalamanku ini terjadi pada tahun 1996 akhir, ketika aku sedang memulai usahaku di kota S. Aku baru saja menyelesaikan urusan pinjaman modalku pada sebuah bank swasta di kota ini. Pada masa itu belum ada tanda-tanda yang mengisyaratkan munculnya bencana ekonomi seperti belakangan ini, sehingga semua urusan banking terasa smooth saja.

Banker yang mengurusi pinjamanku ialah seorang mantan kawan SMA-ku dulu. Sebut saja namanya Nana. Ia baru beberapa bulan bekerja di bank tersebut setelah menyelesaikan studinya di Amerika. Semasa SMA, Nana ialah seorang yang menurutku termasuk golongan nerd. Berkaca mata, duduk di barisan depan, rajin bertanya, dan catatannya selalu laris difotokopi ketika menjelang musim ujian. Sedangkan aku sendiri termasuk golongan urakan, yang selalu mendapat nilai pas-pasan, kecuali untuk pelajaran olah raga. Harus kuakui, Nana tidak banyak berubah. Ia tetap saja nampak kuper dibalik kaca mata minus 3 itu. Untung saja pakaian kerja yang dikenakannya membuatnya nampak lebih 'terbuka'. Aku ingat, ketika itu ia mengenakan blazer warna biru pastel, dan kemeja kuning muda. Ia juga mengenakan rok mini berwarna biru tua, dan sepatu berhak tinggi, sehingga tingginya yang hanya sekitar 165-an itu terlihat hampir menyamai tinggi badanku.

Setelah usai menandatangani tumpukan kontrak dan perjanjian, aku memutuskan untuk mengajaknya makan siang, bukan lagi sebagai kreditor, tapi sebagai seorang kawan lama. Nana setuju saja, mengingat bahwa pinjamanku waktu itu membuatnya memenuhi target bulanannya.

Kami meluncur menuju sebuah hotel yang cukup terkenal di kota S, karena satu gedung dengan pusat perbelanjaan TP3. Kami menghabiskan waktu cukup lama untuk memesan menu ala carte, karena harga menu buffet tentunya tidak terlalu ekonomis. Selama makan, Nana tampak diam saja, seperti biasanya. Aku mencoba mengamati wajahnya yang manis itu. Kulihat alisnya yang tipis, hidungnya yang mancung, bibirnya yang tipis, dan lehernya. Leher yang sangat indah, jenjang dan halus. Ketika aku melihat agak ke bawah lagi, kulihat kancing kemejanya yang paling atas tidak dikancingkan sehingga aku dapat berimajinasi bagaimana bentuk bagian tubuhnya yang berada di balik kemeja itu. Selagi asyik-asyiknya menikmati keindahan itu, rupanya Nana mengamatiku dari tadi.
Ia menyunggingkan senyum, mengambil serbet, mengelap bibirnya, dan berkata, "Jen, kamu masih seperti yang aku dengar dulu?".
"Hmm.., Tergantung apa yang kamu pernah dengar dulu", Jawabku agak kikuk.
"Pacaran dengan sesama jenis", Jawabnya lugas. Membuat mataku sedikit terbelalak kaget dan menatap matanya yang bundar lucu itu.
"Yah.., Kalau gosip yang kamu dengar cukup lengkap, seharusnya kamu nggak perlu nanya 'kan?", Jawabku mencoba diplomatis.
"Cukup lengkap untuk bisa blackmail kamu", Katanya.
"Haha, just kidding!", ujarnya lagi agar aku tidak tersinggung. Aku hanya tersenyum saja dan pura-pura berkonsentrasi pada makan siangku.
"Bersyukurlah kamu bisa hidup normal", Kataku mencoba bergaya bijak.
"Hihihi.., Udahlah Jen, kreditnya udah di-approved 'kan?", katanya lagi", Nggak ada yang perlu ditakutin.., kecuali kalau bayarnya nunggak!", Candanya.

Kami terdiam untuk beberapa saat, tapi kemudian aku merasakan sesuatu di betisku. Meja makan kami tergolong kecil, hingga posisi duduk kami cukup dekat, dan kaki kami bisa bersentuhan. Namun kali ini sentuhan itu seperti bukannya tak sengaja. Aku merasakan sentuhan jari kakinya mengusap betisku pelan-pelan, merambat naik ke lututku, bergerak menyusup masuk ke rok miniku, dan bergerak mengusap-usap paha kiriku bagian dalam.

Aku menatap matanya dalam-dalam sambil tidak tahu apa yang harus aku lakukan, tapi dia balik memandang wajahku, tersenyum, dilepaskannya gagang sendoknya, lalu tangannya menyentuh lehernya sendiri dengan ujung jari tengah. Seperti orang tolol, pandanganku mengikuti kemana larinya jari-jari lentik itu. Jemarinya bergerak pelan-pelan ke bawah, menyusuri lehernya, turun terus, lalu berhenti ketika tersangkut di kancing kemeja kuningnya. Pada saat itu juga jari kakinya yang sejak tadi diam di antara kedua pahaku disodokannya ke depan, menyenggol kewanitaanku, memang tidak tepat pada bibirnya, namun cukup memberiku sengatan birahi yang mendadak.
"Hkk..", Aku merintih tertahan, memejamkan mataku untuk mengontrol perasaanku. Ketika mataku terbuka, nampak Nana tersenyum padaku, menunjukkan sebaris gigi yang bersih dan indah. Senyuman itu membuatku makin kikuk. Meskipun masa laluku kulewatkan dengan 'bebas', namun penampilan Nana yang anggun membuatku tidak mikir macam-macam padanya.., tapi setelah apa yang dilakukannya ini.., aku tidak tahu lagi. Akhirnya, setelah membisu cukup lama, aku melambaikan tangan pada waiter, dan membayar makan siang.
"Jenn", Katanya sambil meletakkan tangannya di bahuku. "Aku punya membership di hotel ini, dan aku rasa aku perlu istirahat sedikit. Kamu mau menemaniku kan?", Tanyanya dengan kalimat yang lugu namun sudah dapat ditebak artinya. Mengingat hubungan bisnisku dengan banknya, aku memutuskan untuk menurut.
Sebagai wanita, agak sulit bagiku untuk bercumbu rayu begitu saja dengan orang yang cukup asing. Hal itulah yang membuatku bengong saja meskipun kini aku sudah duduk di sofa dalam kamar executive hotel, sementara Nana berdiri di hadapanku dan melepas blazernya dengan gaya yang dibuat-buat agar merangsang. Melihatku tidak berespon, Nana melanjutkan permainannya, ia melepaskan satu persatu kancing kemejanya, lalu menyingkapkan kemejanya sehingga bahu kanannya yang halus dan putih bersih itu terlihat olehku.

Tali bra berwarna putih berenda tampak menghiasi bahu yang indah itu. Aku cukup mengagumi keindahan tubuhnya, namun aku masih segan untuk bereaksi, aku malu karena Nana pernah menjadi orang yang cukup aku hormati. Dilemparkannya kemejanya ke atas ranjang, menyusul bra dan celana dalamnya. Aku hanya diam menatap tubuhnya yang kini hanya terbalut rok mini biru tua itu. Payudaranya nampak indah sekali bentuknya, bulat, tidak terlalu besar namun kencang, putih bersih, dan putingnya kecil sekali berwarna coklat muda. Ia melangkahkan kakinya mendekati tempatku duduk.
"Jenn", bisiknya, "Aku mendengar semua gosip tentang kamu. Tentang anak-anak basket yang lesbi, dan tentang apa yang kamu lakukan dengan guru geografi di perpustakaan waktu itu. In fact, hampir semua orang membicarakannya, namun nggak ada yang berani terang-terangan menuduh", Sambungnya lagi.

Aku tetap diam, menundukkan kepalaku dengan rasa tidak enak.
"Aku iri dengan Reni dan Evelin yang bisa setiap saat mandi bersama kamu, tidur bareng di rumah kost, melihat kamu dengan kaos basah di ruang ganti..", bisiknya lagi, seolah menelanjangi masa laluku yang hendak aku lupakan. Aku tetap tertunduk ketika tiba-tiba Nana meraih kepalaku dan mendongakkannya. Karena posisiku duduk dan dia berdiri, maka mataku langsung berhadapan dengan sepasang payudaranya yang indah itu, dengan puting-puting yang masih flat, menunggu untuk dibangunkan. Aku tetap terdiam, meski jari-jari Nana menyusupi rambutku yang lurus dan pendek, mengusap pipi dan rahangku, mengelus tengkukku lalu aku mendengar suaranya lagi.
"Jenn, please..", Katanya, aku melirik ke atas, menatap matanya. Kaca matanya tak mampu menyembunyikan sorot memelas dari kedua mata bulatnya.

Tanganku memeluk pinggulnya menariknya mendekat. Aku segera mendaratkan bibirku tepat pada puting susu kanannya, menghisap, melingkarinya dengan lidahku, terus-menerus. Aku merasakan cengkeramannya pada kepalaku menguat, aku mendengar desahan nafasnya kian tak teratur, Aku melirik ke wajahnya, aku melihat alisnya menyatu, matanya terpejam, mulutnya ternganga mengeluarkan desahan nafas tak beraturan. Aku ikut kehilangan kontrol, wajahnya begitu membangkitkan hasratku, aku segera memindahkan mulutku ke puting susu kirinya, meremas payudaranya sambil mengulum putingnya, ekspresi wajahnya menunjukkan perasaan kegelian yang amat sangat, tubuhnya menggeliat-geliat kecil, kakinya tampak goyah, tak lama kemudian ia jadi lunglai seperti selembar handuk, rebah di atas karpet tebal kamar itu. Cukup lama aku memainkan kedua payudaranya dengan mulut dan tanganku sementara tangannya sendiri telah masuk ke balik rok mininya.

Tiba-tiba ia mendorongku hingga kini aku berada di bawah tubuhnya. Wajahnya nampak begitu dekat dengan wajahku, ia mendaratkan ciumannya di bibirku, menghisapnya kuat-kuat, sambil tangannya membuka kancing-kancing blazer dan kemejaku. Aku tidak mengerti kenapa aku hanya diam, namun kini aku merasakan tangannya telah menerobos bra Marks & Spencer-ku. Dilepaskannya bibirnya dari bibirku, ia menjilati dan menciumi seluruh rahang dan leherku, memberiku rasa hangat yang nikmat. Ditariknya braku ke atas hingga ia dapat melihat payudaraku. Ia tampak begitu bernafsu memandanginya diremas-remasnya kedua payudaraku dengan gemas sampai terasa agak sakit. Tiba-tiba mulutnya menyerbu puting susuku yang kiri, melumatnya, menghisap, dan menjilatinya. Rangsangan yang tiba-tiba membuatku terpejam dan meringis menahan rasa geli yang tiba-tiba menyerbu. Aku mendongakkan kepalaku ke atas, aku merasakan gerakan lidahnya semakin menjadi-jadi. Kedua puting susuku dijilati dan dihisapnya bergantian, rasanya geli sekali, tanganku mencoba mencengkeram pinggangnya, namun rasa geli pada puting-putingku terasa membuatku lemas dan aku merasakan sesuatu telah meleleh keluar dari kewanitaanku.

Ditariknya celana dalamku hingga lepas, disingkapkannya rok miniku ke atas, kakiku dikangkangkannya, lalu ia menempelkan kewanitaannya pada kewanitaanku, digosoknya naik turun, aku merasakan hangat dan nikmat yang tak tertahankan, aku merintih dan mengerang keras-keras tak peduli siapa yang akan mendengar. Aku terbaring telentang di atas karpet cokelat muda itu, aku melihatnya seperti menduduki selangkanganku, membuat kewanitaan kami saling bergesekan, tangannya berpegangan pada payudaraku, ibu jari dan telunjukknya memilin-milin keras puting susuku. Ia menggeliat-geliat sambil menaik-turunkan badannya, mendongakkan kepalanya ke atas, hingga aku dapat melihat keindahan rahangnya yang luar biasa.
Aku sendiri menggeliat-geliat mencoba menahan gempuran rasa geli dan nikmat yang mengalir membanjiri tubuhku lewat payudara dan kewanitaanku.
"Aduhh, Nanaa.., ohh..", Aku seolah mendengar sendiri eranganku yang tak beraturan.
"Uhh.., Jennii.., nikmat sekalii", Ia merintih-rintih tak karuan, nafasnya makin memburu, gesekan kewanitaan kami semakin terasa hangat dan lembap, pelintiran dan remasannya membuat payudaraku serasa pegal meskipun kegelian. Aku terengah-engah kegelian, punggungku terangkat dari karpet, melengkung seperti busur panah. Kenikmatan yang kudapatkan serasa merajam tubuhku, putingku terasa pegal dan geli karena diplintir-plintir dari tadi, sementara kewanitaanku terasa berdenyut-denyut, rintihanku semakin tak karuan, birahiku kian memuncak. Hingga akhirnya aku merasakan desakan dari dalam tubuhku menuju kewanitaanku, tubuhku terasa kejang dan kaku, aku berusaha menahan meski sia-sia, kewanitaanku terasa tak mampu membendungnya, hingga akhirnya hentakan orgasme menghantam tubuhku. Aku menjerit keras-keras, mencengkeram pinggang Nana, di tengah serbuan kenikmatan itu, aku sempat melihat badan Nana juga mengejang, gerakannya berhenti, namun aku tak dapat mengingatknya lagi, karena aku langsung mencapai puncak. Cairan kami saling bercampur diantara kewanitaan kami, Nana roboh dan terbaring disampingku, sementara aku sendiri merasa kehilangan seperempat kesadaranku karena orgasme yang lumayan dahsyat itu.

Kami tergeletak berdampingan, dengan tubuh basah oleh keringat, kaki terasa pegal, dan nafas terengah-engah, serta mata terkatup rapat.
Aku melirik tubuh Nana yang telanjang di sampingku, tengah memejamkan mata dan terkulai lemah. Aku sendiri tak kalah lelahnya, tubuhku masih dibalut business suit, namun sudah tersingkap di mana-mana, hingga payudaraku bisa merasakan dinginnya hawa AC ruangan, namun kenikmatan orgasme tadi segera mengantarku ke alam bawah sadar, semua gelap lagi.. Hanya kenikmatan dan kehangatan yang kurasakan mengalir dalam darahku.

Tamat

Eno ohhh... Eno

Kali ini aku ingin bercerita tentang Lisa dan Eno. Lisa itu memang lesbian, dan Eno tahu itu. Entah bodoh atau stupid, Eno mau saja ketika diseret ke permainan yang dangerous itu. Lebih lengkapnya, simak dan serapi Horny Story berikut.

*****

Eno mendekap mukanya dengan tangis yang menjadi. Eno yang berada di sampingnya terbengong mendapati tingkah tamunya itu. Dengan lembut diusapnya rambut Lisa.
"No, kamu kenapa sih? Kok nangis segala. Please dong aku kan bingung." tanya Lisa.
"Sorry ya Lis, aku sudah bikin kamu bingung. Habisnya aku nggak tahu harus gimana lagi." jawab Eno masih bersimbah air mata.
"Nggak pa pa, tapi kamu ceita dong biar aku bisa ngerti."
Eno mendongak memandang Lisa yang tersenyum lembut. Mata gadis yang lebih tua tiga tahun dari Eno itu memancarkan sikap lembut yang pengertian. Tak tahan, Eno segera memeluk Lisa. Deg! Lisa terkejut. Jantungnya berdesir ketika dada mereka saling bersentuhan. Pikiran Lisa terbang ke.. "Ups, aku nggak boleh berpikiran macam-macam. Waktunya nggak tepat." batin Lisa membuang jauh-jauh pikiran kotornya. Dibelainya pungung Eno perlahan.
"Candra! Candra Lis,"
"Candra pacarmu itu? Kenapa Candra?"
"Candra selingkuh. Hu.. hu.." tangis Eno kembali pecah.
"Yah.. sudahlah, aku ngerti perasaanmu. Cobalah tenang." kata Lisa melepaskan pelukannya. Dia merasa bisa terhanyut jika kelamaan berpelukan selama itu.
"Lalu, apa yang bisa kubantu No?"
"Boleh aku tidur di sini semalam ini saja?"
"Loh, kenapa?"
"Aku yakin Candra akan datang ke rumah. Aku benci ketemu dia, boleh yah?"
"Tapi, orang tuamu gimana?"
"Aku bisa ngomong ke mereka. Lagian mana mereka peduli aku tidur di mana. Mereka kan sok sibuk!"
"Ya sudahlah, asal kamu tahu kalau kamarku cuman segini. Apalagi jauh dari rumah induk, kamu nggak takut kan?"
"Kok takut sih, aku malah bisa tenangkan diri di sini."
"Ah kamu, sok cerpenis." kata Lisa mencubit hidung bangir Eno.

Diam-diam Lisa mengagumi sosok gadis di depannya itu. Matanya bulat bening, rambutnya keriting menghiasi wajahnya yang bundar. Hidungnya mancung dan bibirnya sedikit tebal menggemaskan. Tubuhnya tidak gemuk, tapi memiliki pipi yang tembem. Lisa mendesah kesal pada Candra yang berani-beraninya menghianati Eno yang menarik. Andaikan Lisa bisa menggantikan Candra di hati Eno, ahh..
"Lis, bisa nggak aku pinjam bajumu. Aku nggak bawa baju ganti nih." ujar Eno mengagetkan lamunan Lisa.
"Eh, iya ada."
Lisa segera mengambilkan sepasang babidolnya untuk Eno. Eno menerimanya lalu segera berganti baju.
"Jangan ngintip ya?" canda Eno.
Lisa tertawa lalu membalikkan tubuh. Tapi ternyata Lisa berbalik justru tepat di depan kaca, sehingga apa yang terjadi di belakang Lisa pasti dapat jelas terlihat.

Begitulah, dengan mudah dan jelas Lisa bisa melihat tubuh Eno tanpa baju. Eno tak tahu bahwa tubuh sekalnya, paha mulusnya, bokong padatnya dinikmati oleh mata Lisa. Dan dengan mudah dan tepat pula Lisa dapat memperkirakan pasti ukuran dada berlapis bra tipis Eno adalah 34. Hanya sayang Lisa tak bisa melihat Eno dalam kondisi naked.

Lisa berpura-pura merem ketika Eno mengakhiri aktivitas ganti bajunya.
"Sudah belum?" teriak Lisa
"Iya, iya, sudah. Kamu ini kayak main petak umpet saja." jawab Eno tertawa-tawa.
"Eh iya, nanti aku tidur seranjang sama kamu ya?"
"Iya, memangnya kenapa?" jawab Lisa.
"Nggak pa pa kok."
"Atau kamu saja yang di ranjang, biar aku tidur di lantai saja."
"Nggak usah deh, aku yang numpang kok kamu yang susah?"
"Nggak pa pa, kebetulan aku punya kasur lipat."
"Ayo deh, kita tidur sekasur saja." kata Eno menarik tubuh Lisa ke ranjang.
"Iya deh, tapi aku harus ganti baju dulu."
Lisa segera bangkit dan berganti baju di kamar itu, seperti yang dilakukan Eno. Tapi Lisa tak menyuruh Eno membalikkan badan, begitupun Eno tidak berniat memalingkan pandangan. Sehingga Eno pun tahu lekuk tubuh Lisa yang biasanya terbalut kaos.
"Aku nggak terbiasa memakai bra kalau di rumah, kecuali kalau ada tamu. Apa kamu keberatan Eno?" tanya Lisa yang memakai daster tipis warna ungu muda.
"Ini kan rumah kamu Lis, kamu berhak ngapain aja. Aku rasa aku nggak keberatan." jawab Eno dengan senyum.

Lalu keduanya pun berbaring di ranjang. Tidak lama Eno sudah terlelap. Tapi Lisa, dia tak bisa memejamkan mata. Setiap kali matanya terpejam, wajah cantik Eno membayang di matanya. Tubuh gemulai Eno menari-nari di pikirannya. Nalurinya kembali berontak. Menginginkan secawan anggur kebahagiaan dari Eno. Perlahan Lisa terduduk. Dipandanginya wajah Eno yang terlelap.

Jantung Lisa berdegup kencang. Rasa takutnya terkalahkan oleh nafsunya yang mulai memburu. Perlahan Lisa menundukkan kepalanya. Cup, diciumnya pipi Eno sekilas. Ah, gadis itu tak terganggu sedikitpun. Sekali lagi diciumnya pipi Eno, lalu hidungnya yang bangir. Semakin berani Lisa, dikecupnya bibir Eno sekali. Hangat. Lalu dicobanya sekali lagi. Tapi belum sampai bibir Lisa menempel di bibir Eno, Eno membuka pelupuk matanya.
"Eno?" tanya Lisa gemetar.
"Kamu belum tidur?"
Langsung Lisa kembali merebahkan dirinya di samping Eno dengan takut.
"Sorry, aku.. ehm.. gimana ya? Sorry deh.."
Eno bangkit dari tidurnya sambil berkata, "Kenapa nggak kamu terusin?"
"Maksud kamu?" tanya Lisa yang segera terduduk.

Eno mendekatkan wajahnya pada Lisa. Dekat, dekat sekali. Kemudian dikecupnya bibir Lisa dan berharap akan mendapat sambutan yang hangat. Lisa yang sudah dirundung mabuk kepayang membalas kecupan Eno dengan ciuman yang panas. Lidah Lisa menyusuri bibir tebal Eno yang basah lalu bibir tipis Lisa bergerak melumat bibir Eno yang belum terbiasa dengan perlakuan itu. Mata Eno terpejam meresapi setiap lumatan Lisa yang memabukkan. Kemudian dicobanya membalas setiap lumatan itu dengan perlakuan yang sama. Eno mencoba mengimbangi gerak lidah Lisa yang menggelitik di rongga atasnya. Nafas-nafas mereka saling memburu. Desahan-desahan kecil mengalun membentuk suatu rangsangan tersendiri.

Antara sadar dan tak sadar Lisa melucuti babidol yang dipakai Eno, hingga tinggal underwearnya saja yang melekat. Enopun dengan segera menarik daster Lisa yang kemudian meninggalkan tubuh langsing yang tak ber-BH. Kemudian Lisa mendorong tubuh Eno hingga terbaring. Kepala Eno mendongak-dongak bagai kesetanan ketika lidah Lisa menyapu inchi demi inchi kulit lehernya. Gerakan Eno semakin menggila merasakan setiap gesekan jemari Lisa dengan kulit tubuhnya. Lisa bagai ingin menguliti seluruh tubuh Eno dengan sejuta rangsangan yang membuatnya melambung.
"Lis.. kamu gila.. euchh.." desah Eno menggeliat.
"Aku akan menghiburmu sayang.."
Lisa meneruskan aksinya. Namun lidahnya berhenti ketika sampai pada dua buah bukit kembar yang tersangkut di kain tipis merah jambu. Ditariknya BH merah jambu itu ke bawah hingga kedua bukit indah yang tak terlalu tinggi itu menyembul dengan malu-malu. Kedua bukit kembar itu nampak bengkak karena merangsang.
"Tetekmu ini indah sayang.." ujar Lisa sambil membelai keduanya.
"Tapi.. tak sebanding dengan milikmu.." sahut Eno ganti membelai tetek Lisa yang menggantung didadanya.

Milik Lisa memang lebih menarik. Ukuran 36B dengan kemontokan yang luar biasa. Putih kulitnya dan ditumbuhi dengan bulu-bulu kecil yang halus. apalagi dihiasi dengan puting-puting yang merah merona mendongak bagai menantang setiap mata yang memandangnya.

Tapi malam itu Lisa lebih menyayangi tetek Eno. Ukurannya memang hanya 34, tapi nampaknya jarang terjamah tangan-tangan lain. Lisa terhanyut oleh belaian tangan Eno pada kedua buah dadanya yang menggantung bebas. Kemudian disempurnakannya rasa nikmat itu dengan remasan-remasan pada kedua gunung kembar Eno. Diremasnya kedua gumpalan daging itu lalu menggoyangnya sekehendak hati.

Eno bergelinjangan hingga tanpa sadar tali pengait BHnya terlepas lalu dengan sekali tarik disingkirkannya penutup dadanya yang kemudian terlempar ke atas meja. Maka dengan bebasnya Lisa makin menggila mempermainkan kedua bukit bengkak itu.
"Ohh.. Lisa.. kamu betul-betul uuach.." jerit Eno
"Aku bisa bikin kamu lebih uaach lagi say.." jawab Lisa sambil menarik-narik CD Eno.
Eno yang sudah terbawa permainan itu turut menarik-narik CDnya hingga terjatuh di lantai, kemudian ditariknya pula CD Lisa hingga kedua-duanya bugil total.

Lisa tengkurap tepat diatas tubuh Eno. Tinggi mereka yang berbeda tipis membuat keduanya menempel bagai kembar siam. Payudara mereka saling berimpit, demikianpun kedua vagina mereka. Sedangkan bibir mereka kembali saling melumat satu sama lain. Perlahan tubuh mereka saling menggoyang seirama. Pinggul mereka bergerak naik turun hingga menimbulkan gerakan yang eksotis sekali. Gesekan demi gesekan bagai makin memacu nafas-nafas mereka. Bau keringat serta lendir kenikmatan mereka membaur manambah stamina mereka untuk terus berpacu. Desahan demi desahan bagai menjadi bunyi-bunyian yang terasa indah dan nikmat. Tiba-tiba ciuman Lisa menurun menjelajahi leher Eno dan terus menurun hingga sampai di sekitar dada. Kemudian dikulumnya payudara Eno yang sudah padat benar itu.
"Uaach.." pekik Eno kegelian. Sedotan demi sedotan bibir Lisa membuat payudara Eno serasa meledak. Rasa nikmat itu membuat Eno tak rela melepaskan Lisa. Spontan refleksnya bekerja, kakinya menyilang mengunci tubuh Lisa yang dalam posisi menungging. Tangan Eno berpegangan pada sprei kasur yang sudah awut-awutan.

"Ahh.. Liss.." teriak Eno ketika Lisa mengganyang puting payudaranya. Rasa sakit yang nikmat itu membuatnya terduduk. Lisa tak memperdulikan erangan Eno, diapun terus saja melahap daging kecil yang menempel di kedua gunung kembar Eno bergantian dengan jemarinya yang memelintir puting satunya ke kanan dan kekiri. Eno yang bagai melayang diawang-awang berpegangan pada kedua bokong Lisa yang masih menungging. Diremas-remasnya kedua bokong kenyal itu hingga membuat Lisa menggeliat-geliat.

Jemari Eno semakin lincah meremas pantat Lisa hingga kemudian jemari itu menyusuri lipatan-lipatan disekitarnya.
"Teruus Noo.. iyaa.. terus.. achh.." desah Lisa. Enopun menyusuri lipatan sempit itu hingga menemukan bagian tersensitif Lisa. Tapi Eno tak berani berbuat jauh, hinga diapun hanya mengelus-elusnya saja berulang-ulang. Sebenarnya Lisa tak puas tapi elusan Eno terhadap pusat terlarangnya membuat Lisa merasa terangsang yang menjadi-jadi. Segera digapainya sebatang dildo vibrator si balik kasurnya lalu diserahkannya pada Eno.

"Masukkan Enoo.. sayang.. ayo cepat.. aku nggak tahan say.." rengek Lisa.
Eno memasukkan kepala dildo tepat di lubang kenikmatan Lisa. Jleb. Dildo itu dapat menembus lubang kenikmatan Lisa dengan mudah.
"Ach.." rintih Lisa sesaat.
"Tekan tombol satu, Eno.." Eno menurutinya hinga dildo itu bergetar tak begitu cepat.
"Aaachh.. uuhh.. mmhh.." erang Lisa merasakan getaran dildo yang mengocok lubang kenikmatannya. Eno menambah kecepatannya pada level tiga hingga tubuh keduanya menghentak-hentak nikmat.
"Aaachh.. aku mau keluar.." jerit Lisa di pucuk-pucuk kenikmatannya.

Ketika Lisa mulai melemas, Eno segera mengambil tindakan menubruknya, lalu memburu tetek Lisa dan mengganyang keduanya bergantian. Birahi Lisa yang kembali membara segera membalas perlakuan Eno. Dibaliknya tubuh Eno hingga kembali terkapar. Tapi Lisa tak lagi memburu kedua buah dada Eno yang menggantung bersimbah keringat melainkan kewanitaan Eno yang segar bersimbah lendir kenikmatannya. segera dicengkeramnya daging gemuk di pangkal selakang Eno itu, kemudian diseruduknya dengan lidahnya yang menari-nari menjilati setiap tetes lendir kental yang berasal dari lubang kemaluan Eno.

"Uuhh.. Lis.. enak bangeet.." erang Eno mengerang keasyikan.
Setelah tandas lidah Lisa menjelajahi setiap jengkal dinding-dinging vagina mayora Eno yang merah dan kenyal. Klitoris Eno seakan menegang ketika lidah Lisa dengan lincah menjilatinya dan suurr.. kembali lubang kenikmatan Eno membanjir. Lidah Lisa kembali menyapu bersih lubang itu. "Yamm.. ehmm.. enak banget.. sruup.." disedotnya lubang itu hingga Eno memekik tertahan.
"Ach.. Lis aku nggak kuat lagi Liss.."
"Iya sebentar sayaang.."
Lisa kembali mengapai dildo kebanggaannya. Ditusukkannya dildo itu pada lubang kenikmatan Eno.
"Engghh.."Eno mengedan hingga ujung dildo itu kesulitan masuk ke dalam lubang yang masih sangat sempit itu.
"Rileks saja say.. nggak sakit kok" kata Lisa terus mendorong ujung dildo.

Perlahan-lahan ujug dildo itu membenam ke dalam lubang kenikmatan Eno. Eno meringis merasakan sakit yang luar biasa.
"Engghh.. sakit Liss.."
"Tenanglah say.. nanti juga nggak lagi"
Ujung dildo itu benar-benar membenam hingga jauh masuk ke dalam lorong yang belum terjamah itu, menembus selaput dara Eno hingga jebol.
"Aaachh..!" teriak Eno kesakitan.
Setelah mendiamkannya beberapa saat, Lisa mengoyang dildo itu masuk keluar berulang-ulang. Darah perawan Eno menodai ujung dildo hingga sejauh tiga centi. Rasa sakit yang dirasakan Eno berangsur-angsur berganti rasa nikmat yang luar biasa.

Lisa segera menekan tombol satu. Suara desingan halus dildo berbaur dengan erangan Eno merasakan getaran otomatis dari dildo yang terasa nikmat banget. Lisa menuntun tangan Eno agar meremas-remas buah dadanya, sedangkan jemari Lisa kembali meremas-remas buah dada Eno yang penuh dengan bekas cipokan Lisa.

Mereka terengah-engah ditengah malam itu. Tapi semuanya berlanjut seperti tanpa akhir. Dan setelah malam itu, Lisa menggantikan Candra di hati Eno.

Tamat

Bercumbu dengan ibuku

Aku adalah penulis cerita "AKU DAN TANTE-TANTE", "AKU DAN CHINTYA", "KISAH AMBAR" dan "AKU, AMBAR DAN ULLY". Setelah selesai menulis cerita tentang ibuku, aku membacanya sambil menghayati. Tanganku meremas kedua payudaraku sendiri. Kemudian kulanjutkan dengan melepas satu persatu kancing bajuku sehingga bajuku terbuka tetapi belum kulepaskan. Tanganku lalu melepas BH yang kupakai. Aku menjadi leluasa dalam meremas kedua payudaraku. Setelah beberapa lama meremas kedua payudaraku, tangan kananku turun ke bawah dan menarik retsliting celana jeans pendek yang kupakai. Tanganku langsung mengusap liang kenikmatanku yang yang sudah bebas menantang dan mulai basah dan dilanjutkan dengan jariku masuk ke dalam liang kenikmatanku.

Tiba-tiba aku dikejutkan oleh ibuku.
"Cerita Ibu sudah kamu ketik Mit." "Sudah Bu. Ini kalau Ibu mau periksa."
Kujawab pertanyaan ibuku sambil berdiri mengancingkan bajuku. Tapi belum sempat aku mengancingkan bajuku, ibuku sudah berkata lagi, "Bajumu jangan kamu kancingkan dulu. Ibu mau kamu mengajari, bagaimana bercumbu supaya tahan lama."
Aku kaget mendengar perkataan ibuku. Aku ingin berbicara untuk menolak. Tetapi mulutku seakan terkunci melihat ibuku sudah melepas bajunya dan ternyata dia tidak memakai BH. Kedua payudaranya yang lebih besar sedikit dari kedua payudaraku membuatku ingin menghisapnya.

Ibuku lebih dulu menghampiriku sambil berkata, "Puaskan aku, sayaang.." Aku hanya diam ketika ibuku sudah melepas bajuku dan meremas kedua payudaraku. Akupun tidak tinggal diam. Kedua tanganku meremas kedua payudara ibuku. Aku ingin mendesah ketika remasan ibuku terlalu kuat, tetapi bibirku dicium oleh ibuku dan aku membalas ciumannya. Mulut ibuku turun dan menghisap kedua payudaraku bergantian sambil meremasnya dan juga melepaskan bajunya. Tanganku memegang kepala ibuku.

Setelah beberapa lama, mulut ibuku naik kembali ke atas dan mencium bibirku. Gantian mulutku yang turun ke bawah dan menghisap kedua payudara ibuku, bergantian sambil meremasnya. Setelah aku puas dengan itu, mulutku naik lagi ke atas dan kukeluarkan lidahku yang disambut dengan lidah ibuku yang juga dikeluarkan. Lidah kami saling berjilatan. Sedangkan tangan kami juga memegang kedua payudara masing-masing untuk ditempelkan. Setelah kedua payudaraku dan kedua payudara ibuku menempel, ibuku memelukku dan kami berdua saling mendesah panjang.

Ibuku mencium leherku dan naik ke atas mencium bibirku sambil melepaskan celana panjangnya sehingga kini dia tinggal memakai celana dalam saja. Mulutnya turun ke bawah dan menghisap payudaraku dan tangannya menarik retsliting celana jeans pendek yang kupakai. Tanganku memegang tangannya supaya ibuku tidak melakukannya sambil berkata, "Kalau yang itu dengan temanku saja Bu." Aku kemudian melepaskan hisapannya. "Sebentar, aku telepon dia."

Akupun memakai bajuku kembali dan kulihat ibuku menelentangkan dirinya di tempat tidur dan membaca majalah yang ada di dekatnya tanpa memakai kembali pakaiannya. Aku keluar dari kamar dan menelepon Ambar dan dia ternyata mau melayani ibuku. Aku masuk kamar dan memberitahu ibuku kalau Ambar mau. Kulihat ibuku sudah melepas CD-nya. Akupun keluar dan menonton televisi sambil menunggu Ambar.

Beberapa saat kemudian Ambar pun datang. Setelah kami saling berpelukan dan berciuman, dia kusuruh langsung masuk ke kamar dan kulihat dia langsung menjilati liang kenikmatan ibuku tanpa melepas pakaiannya. Dan aku kembali menonton televisi. Aku tidak konsentrasi lagi dalam menonton televisi setelah mendengar desahan-desahan Ambar yang lain dari biasanya. Aku penasaran apa yang dilakukan ibuku terhadap Ambar. Aku masuk ke kamar dan melihat ibuku melakukan apa yang belum pernah kulakukan selama aku bercumbu dengan sesama wanita. Ibuku sedang menggesekkan puting payudaranya pada liang kenikmatan Ambar yang sudah telanjang bulat sedangkan tangannya meremas-remas kedua payudara Ambar.

Aku terangsang melihat hal itu. Aku langsung melepas semua pakaianku dan mencium bibir Ambar sambil tanganku ikut meremas-remas kedua payudaranya. Kemudian secara spontan dan bersamaan mulutku menghisap payudara kanan Ambar dan mulut ibuku menghisap payudara kiri Ambar. Ambar mendesah dan jari tengah tanganku dan jari tengah ibuku sudah masuk ke dalam liang kenikmatan Ambar. Kami berdua mengeluarmasukkan jari ke dalam liang kemaluan Ambar dan mengocoknya. Entah mengapa aku kemudian melepaskan diri dari percumbuan itu. Aku berdiri dan akan keluar dari kamar.

Tiba-tiba dari belakang Ambar memelukku dan meremas kedua payudaraku. Aku menikmatinya dan tidak menyadari bahwa ibuku sudah berada di depanku. Ibuku memelukku dari depan dan menggesekkan liang kenikmatannya pada liang kenikmatanku. Aku juga diciumnya dan juga lidah kami berdua saling menjilat.

Tiba-tiba handphone milik Ambar berbunyi. Ambar melepaskan pelukannya dan menerima panggilan dari handphone-nya. Ibuku lalu membawaku ke tempat tidur sambil tetap memelukku. Ambar pun minta permisi karena ada urusan mendadak. Aku dan ibuku tidak peduli. Kini giliran liang kenikmatanku yang digesek oleh puting payudara ibuku. Aku mendesah dan langsung saja ibuku menindihku sambil memelukku dan menciumku. Setelah beberapa lama ibuku lalu meregangkan pelukannya dan kedua payudaranya digesekkan ke payudaraku. Liang kenikmatan kami berdua pun ikut juga bergesekan.

Setelah ibuku puas, ibuku lalu telentang di sampingku. Aku ingin gantian yang berada di atasnya. Tetapi kaki ibuku digesek-gesekkan ke liang kenikmatanku dan kaki yang satunya lagi digesek-gesekkan ke kakiku. Tapi itu tidak lama. Niatku semula akhirnya terwujud. Aku kemudian menindih ibuku. Lalu mencium bibirnya dan menjilati lidahnya. Lalu tubuhku agak naik ke atas dan kedua payudaraku kugesekkan ke kedua payudaranya. Lalu mulutku turun ke bawah. Kujilati dan kuhisap payudara kanannya dan payudara kirinya kuremas. Lalu gantian kujilati dan kuhisap payudara kirinya dan payudara kanannya yang kuremas. Lalu mulutku menghentikan jilatan dan hisapan sambil tetap meremas. Puting payudaraku kugesekkan ke liang kemaluan ibuku dan payudaraku yang satunya lagi diremas oleh ibuku. Selanjutnya mulutku turun ke bawah dan menghisap liang kenikmatan ibuku sambil jariku masuk ke dalamnya, mengeluarmasukkan dan mengocoknya.

Setelah aku puas, kembali aku menindih ibuku. Kami berdua tertawa kecil. Tubuhku kemudian dibalik sehingga akupun ditindih oleh ibuku. Ibuku akan gantian memperlakukanku seperti aku memperlakukan ibuku. Hal itu tidak terjadi karena terdengar klakson mobil. Aku dan ibuku ingat bahwa ayahku hari itu akan pulang dari tugasnya di luar kota. Kami berdua berpakaian kembali dan menjumpai ayahku untuk melepas rindu.

Sejak itu apabila ada kesempatan, ketika ayahku tugas keluar kota. Setelah Ambar bercumbu denganku, giliran ibuku yang mencumbunya. Sedangkan aku keluar dari rumah supaya aku tidak ikut bergabung dengan mereka. Cukup satu kali saja aku bercumbu dengan ibuku.

Buat para pembaca wanita, yang ingin berkenalan denganku silakan kirim e-mail. Sertakan biodata diri dan foto serta pengalaman pertama kali menjadi lesbi.

Tamat

Pengalaman ibu-ibu

Sebenarnya saya malu untuk menuliskan cerita ini, tetapi karena sudah banyak yang menggunakan media ini untuk menuliskan cerita-cerita tentang seks walaupun saya sendiri tidak yakin apakah itu semuanya fakta atau fiksi belaka. Memang cerita yang saya tulis ini cukup memalukan tetapi di samping itu ada kejadian yang lucu dan memang sama sekali belum pernah saya alami.

Awal mula dari cerita ini adalah ketika saya baru saja tinggal di sebuah daerah perumahan yang relatif baru di daerah pinggiran kota-maaf, nama daerah tersebut tidak saya sebutkan mengingat untuk menjaga nama baik dan harga diri keluarga terutama suami dan kedua anak saya. Saya tinggal di situ baru sekitar 6 bulanan.

Karena daerah perumahan tersebut masih baru maka jumlah keluarga yang menempati rumah di situ masih relatif sedikit tetapi khusus untuk blok daerah rumah saya sudah lumayan banyak dan ramai. Rata-rata keluarga kecil seperti keluarga saya juga yaitu yang sudah masuk generasi Keluarga Berencana, rata-rata hanya mempunyai dua anak tetapi ada juga yang hanya satu anak saja.

Sudah seperti biasanya bila kita menempati daerah perumahan baru, saya dengan sengaja berusaha untuk banyak bergaul dengan para tetangga bahkan juga dengan tetangga-tetangga di blok yang lain. Dari hasil bergaul tersebut timbul kesepakatan di antara ibu-ibu di blok daerah rumahku untuk mengadakan arisan sekali dalam sebulan dan diadakan bergiliran di setiap rumah pesertanya.

Suatu ketika sedang berlangsung acara arisan tersebut di sebuah rumah yang berada di deretan depan rumahku, pemilik rumah tersebut biasa dipanggil Bu Soni (bukan nama sebenarnya) dan sudah lebih dulu satu tahun tinggal di daerah perumahan ini daripada saya. Bu Soni bisa dibilang ramah, banyak ngomongnya dan senang bercanda dan sampai saat tulisan ini aku buat dia baru mempunyai satu anak, perempuan, berusia 8 tahun walaupun usia rumah tangganya sudah 10 tahun sedangkan aku sudah 30 tahun. Aku menikah ketika masih berusia 22 tahun. Suaminya bekerja di sebuah perusahaan swasta dan kehidupannya juga bisa dibilang kecukupan.

Setelah acara arisan selesai saya masih tetap asyik ngobrol dengan Bu Soni karena tertarik dengan keramahan dan banyak omongnya itu sekalipun ibu-ibu yang lain sudah pulang semua. Dia kemudian bertanya tentang keluargaku, "Jeng Mar. Putra-putranya itu sudah umur berapa, sih, kok sudah dewasa-dewasa, ya?" (Jeng Mar adalah nama panggilanku tetapi bukan sebenarnya) tanya Bu Soni kepadaku.
"Kalau yang pertama 18 tahun dan yang paling ragil itu 14 tahun. Cuma yaitu Bu, nakalnya wah, wah, waa.. Aah benar-benar, deh. Saya, tuh, suka capek marahinnya."
"Lho, ya, namanya juga anak laki-laki. Ya, biasalah, Jeng."
"Lebih nikmat situ, ya. Anak cuma satu dan perempuan lagi. Nggak bengal."
"Ah, siapa bilang Jeng Mar. Sama kok. Cuma yaitu, saya dari dulu, ya, cuma satu saja. Sebetulnya saya ingin punya satu lagi, deh. Ya, seperti situ."
"Lho, mbok ya bilang saja sama suaminya. ee.. siapa tahu ada rejeki, si putri tunggalnya itu bisa punya adik. Situ juga sama suaminya kan masih sama-sama muda."
"Ya, itulah Jeng. Papanya itu lho, suka susah. Dulu, ya, waktu kami mau mulai berumah tangga sepakat untuk punya dua saja. Ya, itung-itung mengikuti program pemerintah, toh, Jeng. Tapi nggak tahu lah papanya tuh. Kayaknya sekarang malah tambah asik saja sama kerjaannya. Terlalu sering capek."
"O, itu toh. Ya, mbok diberi tahu saja kalau sewaktu-waktu punya perhatian sama keluarga. 'Kan yang namanya kerja itu juga butuh istirahat. Mbok dirayu lah gitu."
"Wah, sudah dari dulu Jeng. Tapi, ya, tetap susah saja, tuh. Sebenernya ini, lho, Jeng Mar. Eh, maaf, ya, Jeng kalo' saya omongin. Tapi Jeng Mar tentunya juga tau dong masalah suami-istri 'kan."
"Ya, memang. Ya, orang-orang yang sudah seperti kita ini masalahnya sudah macem-macem, toh, Bu. Sebenarnya Bu Soni ini ada masalah apa, toh?"
"Ya, begini Jeng, suami saya itu kalo' bergaul sama saya suka cepet-cepet mau rampung saja, lho. Padahal yang namanya istri seperti kita-kita ini 'kan juga ingin membutuhkan kenikmatan yang lebih lama, toh, Jeng."
"O, itu, toh. Mungkin situ kurang lama merayunya. Mungkin suaminya butuh variasi atau model yang agak macem-macem, gitu."
"Ya, seperti apa ya, Jeng. Dia itu kalo' lagi mau, yang langsung saja. Saya seringnya nggak dirangsang apa-apa. Kalo' Jeng Mar, gimana, toh? Eh, maaf lho, Jeng."
"Kalo' saya dan suami saya itu saling rayu-merayu dulu. Kalo' suami saya yang mulai duluan, ya, dia biasanya ngajak bercanda dulu dan akhirnya menjurus yang ke porno-porno gitulah. Sama seperti saya juga kalau misalnya saya yang mau duluan.""Terus apa cuma gitu saja, Jeng."
"O, ya tidak. Kalo' saya yang merayu, biasanya punya suami saya itu saya pegang-pegang. Ukurannya besar dan panjang, lho. Terus untuk lebih menggairahkannya, ya, punyanya itu saya enyot dengan mulut saya. Saya isep-isep."
"ii.. Iih. Jeng Mar, ih. Apa nggak jijik, tuh? Saya saja membayangkannya juga sudah geli. Hii.."
"Ya, dulu waktu pertama kali, ya, jijik juga, sih. Tetapi suami saya itu selalu rajin, kok, membersihkan gituannya, jadi ya lama-lama buat saya nikmat juga. Soalnya ukurannya itu, sih, yang lumayan besar. Saya sendiri suka gampang terangsang kalo' lagi ngeliat. Mungkin situ juga kalo' ngeliat, wah pasti kepengen, deh."
"Ih, saya belon pernah, tuh, Jeng. Lalu kalo' suaminya duluan yang mulai begimana?"
"Saya ditelanjangi sampai polos sama sekali. Dia paling suka merema-remas payudara saya dan juga menjilati putingnya dan kadang lagaknya seperti bayi yang sedang mengenyot susu.", kataku sambil ketawa dan tampak Bu Soni juga tertawa.
"Habis itu badan saya dijilati dan dia juga paling suka menjilati kepunyaan saya. Rasanya buat saya, ya, nikmat juga dan biasanya saya semakin terangsang untuk begituan. Dia juga pernah bilang sama saya kalo' punya saya itu semakin nikmat dan saya disuruh meliara baik-baik."
"Ah, tapi untuk yang begituan itu saya dan suami saya sama sekali belum pernah, lho, Jeng. Tapi mungkin ada baiknya untuk dicoba juga, ya, Jeng. Tapi tadi itu masalah yang situ dijilatin punyanya. Rasa enaknya seperti apa, sih, Jeng."
"Wah, Bu Soni ini, kok, seperti kurang pergaulan saja, toh."
"Lho, terus terang Jeng. Memang saya belon pernah, kok."
"Ya, geli-geli begitulah. Susah juga untuk dijelasin kalo' belum pernah merasakan sendiri." Lalu kami berdua tertawa.

Setelah berhenti tertawa, aku bertanya, "Bu Soni mau tau rasanya kalau gituannya dijilati?"
"Yah, nanti saya rayu, deh, suami saya. Mungkin nikmat juga ya." Ucapnya sambil tersenyum.
"Apa perlu saya dulu yang coba?", tanyaku sambil bercanda dan tersenyum.
"Hush!! Jeng Mar ini ada-ada saja, ah", sambil tertawa.
"Ya, biar tidak kaget ketika dengan suaminya nanti. Kita 'kan juga sama-sama wanita."
"Wah, kayak lesbian saja. Nanti saya jadi ketagihan, lho. Malah takutnya lebih senang sama situ daripada sama suami saya sendiri. Ih! Malu' akh.", sambil tertawa.
"Atau kalo' nggak mau gitu, nanti saya kasih tau gimana membuat penampilan bulu gituannya biar suaminya situ tertarik. Kadang-kadang bentuk dan penataannya juga mempengaruhi rangsangan suami, lho, Bu Soni."
"Ah, Jeng ini."
"Ee! Betul, lho. Mungkin bentuk bulu-bulu gituannya Bu Soni penampilannya kurang merangsang. Kalo' boleh saya lihat sebentar gimana?"
"Wah, ya, gimana ya. Tapii.. ya boleh, deh. Eh, tapi saya juga boleh liat donk punyanya situ. Sama-sama donk, 'kan kata Jeng tadi kita ini sama-sama wanita.""Ya, 'kan saya cuma mau bantu situ supaya bisa usaha untuk punya anak lagi.""Kalo' gitu kita ke kamar saja, deh. Suami saya juga biasanya pulang malam. Yuk, Jeng."

Langsung kita berdua ke kamar Bu Soni. Kamarnya cukup tertata rapi, tempat tidurnya cukup besar dan dengan kasur busa. Di dindingnya ada tergantung beberapa foto Bu Soni dan suaminya dan ada juga foto sekeluarga dengan anaknya yang masih semata wayang. Saya kemudian ke luar sebentar untuk telepon ke rumah kalau pulangnya agak telat karena ada urusan dengan perkumpulan ibu-ibu dan kebetulan yang menerima suamiku sendiri dan ternyata dia setuju saja.

Setelah kita berdua di kamar, Bu Soni bertanya kepadaku, "Bagaimana Jeng? Kira-kira siap?"
"Ayolah. Apa sebaiknya kita langsung telanjang bulat saja?"
"OK, deh.", jawab Bu Soni dengan agak tersenyum malu. Akhirnya kita berdua mulai melepas pakaian satu-persatu dan akhirnya polos lah semua. Bulu kemaluan Bu Soni cukup lebat juga hanya bentuknya keriting dan menyebar, tidak seperti miliku yang lurus dan tertata dengan bentuk segitiga ke arah bawah. Lalu aku menyentuh payudaranya yang agak bulat tetapi tidak terlalu besar, "Lumayan juga, lho, Bu." Lalu Bu Soni pun langsung memegang payudaraku juga sambil berkata, "Sama juga seperti punya Jeng." Aku pun minta ijin untuk mengulum kedua payudaranya dan dia langsung menyanggupi.

Kujilati kedua putingnya yang berwarna agak kecoklat-coklatan tetapi lumayan nikmat juga. Lalu kujilati secara keseluruhan payudaranya. Bu Soni nampak terangsang dan napasnya mulai memburu. "Enak juga, ya, Jeng. Boleh punya Jeng saya coba juga?""Silakan saja.", ijinku. Lalu Bu Soni pun melakukannya dan tampak sekali kalau dia masih sangat kaku dalam soal seks, jilatan dan kulumannya masih terasa kaku dan kurang begitu merangsang. Tetapi lumayanlah, dengan cara seperti ini aku secara tidak langsung sudah menolong dia untuk bisa mendapatkan anak lagi.

Setelah selesai saling menjilati payudara, kami berdua duduk-duduk di atas tempat tidur berkasur busa yang cukup empuk. Aku kemudian memohon Bu Soni untuk melihat liang kewanitaannya lebih jelas, "Bu Soni. Boleh nggak saya liat gituannya? Kok bulu-bulunya agak keriting. Tidak seperti milik saya, lurus-lurus dan lembut." Dengan agak malu Bu Soni membolehkan, "Yaa.. silakan saja, deh, Jeng." Aku menyuruh dia, "Rebahin saja badannya terus tolong kangkangin kakinya yang lebar." Begitu dia lakukan semuanya terlihatlah daging kemaluannya yang memerah segar dengan bibirnya yang sudah agak keluar dikelilingi oleh bulu yang cukup lebat dan keriting. mm.. Cukup merangsang juga penampilannya.

Kudekatkan wajahku ke liang kewanitaannya lalu kukatakan kepada Bu Soni bahwa bentuk kemaluannya sudah cukup merangsang hanya saja akan lebih indah pemandangannya bila bulunya sering disisir agar semakin lurus dan rapi seperti milikku. Lalu kusentuh-sentuh daging kemaluannya dengan tanganku, empuk dan tampak cukup terpelihara baik, bersih dan tidak ada bau apa-apa. Nampak dia agak kegelian ketika sentuhan tanganku mendarat di permukaan alat kelaminnya dan dia mengeluh lirih, "Aduh, geli, lho, Jeng."
"Apa lagi kalo' dijilat, Bu Soni. Nikmat, deh. Boleh saya coba?"
"Aduh, gimana, ya, Jeng. Saya masih jijik, sih."
"Makanya dicoba.", kataku sambil kuelus salah satu pahanya.
"mm.. Ya, silakan, deh, Jeng. Tapi saya tutup mata saja, ah."

Lalu kucium bibir kemaluannya sekali, chuph!! "aa.. Aah.", Bu Soni mengerang dan agak mengangkat badannya. Lalu kutanya, "Kenapa? Sakit, ya?" Dia menjawab, "Geli sekali." "Saya teruskan, ya?" Bu Soni pun hanya mengangguk sambil tersenyum. Kuciumi lagi bibir kemaluannya berkali-kali dan rasa geli yang dia rasakan membuat kedua kakinya bergerak-gerak tetapi kupegangi kedua pangkal pahanya erat-erat. Badannya bergerinjal-gerinjal, pantatnya naik turun. Uh! Pemandangan yang lucu sekali, aku pun sempat ketawa melihatnya. Saya keluarkan lidah dan saya sentuhkan ujungnya ke bibir kemaluannya berkali-kali. Oh! Aku semakin terbawa napsu. Kujilati keseluruhan permukaan memeknya, gerakanku semakin cepat dan ganas. Oh, Bu Soni, memekmu nikmaa..aat sekali.

Aku sudah tak ingat apa-apa lagi. Semua terkonsentrasi pada pekerjaan menjilati liang kewanitaan Bu Soni. Emm.., Enak sekali. Terus kujilati dengan penuh napsu. Pinggir ke tengah dan gerakan melingkar. Kumasukan lidahku ke dalam celah bibir kemaluannya yang sudah mulai membuka. Ouw! Hangat sekali dan cairannya mulai keluar dan terasa agak asin dan baunya yang khas mulai menyengat ke dalam lubang hidungku. Tapi aku tak peduli, yang penting rasa kemaluan Bu Soni semakin lezat apalagi dibumbui dengan cairan yang keluar semakin banyak. Kuoleskan ke seluruh permukaan kemaluannya dengan lidahku. Jilatanku semakin licin dan seolah-olah semua makanan yang ku makan pada saat acara arisan tadi rasanya tidak ada apa-apanya. Badan Bu Soni bergerinjal semakin hebat begitu juga pantatnya naik-turun dengan drastis. Dia mengerang lirih, "aa.. Ah, ee.. Eekh, ee.. Eekh, Jee.. Eeng, auw, oo.. Ooh. Emm.. Mmh. Hah, hah, hah,.. Hah." Dan saat mencapai klimaks dia merintih, "aa.., aa.., aa.., aa.., aah", Cairan kewanitaannya keluar agak banyak dan deras. OK, nampaknya Bu Soni sudah mencapai titik puncaknya.

Tampak Bu Soni telentang lemas dan aku tanya, "Bagaimana? Enak? Ada rasa puas?" "Lumayan nikmat, Jeng. Situ nggak jijik, ya."
"Kan sudah biasa juga sama suami." Kemudian aku bertanya sembari bercanda, "Situ mau coba punya saya juga?"
"Ah, Jeng ini. Jijik 'kan.", sembari ketawa.
"Yaa.. Mungkin belon dicoba. Punya saya selalu bersih, kok. 'Kan suami saya selalu mengingatkan saya untuk memeliharanya." Kemudian Bu Soni agak berpikir, mungkin ragu-ragu antara mau atau tidak. Lalu, "Boleh, deh, Jeng. Tapi saya pelan-pelan saja, ah. Nggak berani lama-lama."
"Ya, ndak apa-apa. 'Kan katanya situ belum biasa. Betul? Mau coba?" tantangku sembari senyum. Lalu dia cuma mengangguk. Kemudian aku menelentangkan badanku dan langsung kukangkangkan kedua kakiku agar terlihat liang kewanitaanku yang masih indah bentuknya. Tampak Bu Soni mulai mendekatkan wajahnya ke liang kewanitaanku lalu berkata, "Wah, Jeng bulu-bulunya lurus, lemas dan teratur. Pantes suaminya selalu bergairah." Aku hanya tertawa.

Tak lama kemudian aku rasakan sesuatu yang agak basah menyentuh kemaluanku. Kepalaku aku angkat dan terlihat Bu Soni mulai berani menyentuh-nyentuhkan ujung lidahnya ke liang kewanitaanku. Kuberi dia semangat, "Terus, terus, Bu. Saya merasa nikmat, kok". Dia hanya memandangku dan tersenyum. Kurebahkan lagi seluruh tubuhku dan kurasakan semakin luas penampang lidah Bu Soni menjilati liang kewanitaan saya. Oh! Aku mulai terangsang. Emm.. Mmh. Bu Soni sudah mulai berani. oo.. Ooh nikmat sekali. Sedaa.. Aap. Terasa semakin lincah gerakan lidahnya, aku angkat kepalaku dan kulihat Bu Soni sudah mulai tenggelam dalam kenikmatan, rupanya rasa jijik sudah mulai sirna. Gerakan lidahnya masih terasa kaku, tetapi ini sudah merupakan perkembangan. Syukurlah. Mudah-mudahan dia bisa bercumbu lebih hebat dengan suaminya nanti.

Lama-kelamaan semakin nikmat. Aku merintih nikmat, "Emm.. Mmh. Ouw. aa.. Aah, aa.. Aah. uu.. uuh. te.. te.. Rus teruu..uus." Bibir kemaluanku terasa dikulum oleh bibir mulut Bu Soni. Terasa dia menciumi kemaluanku dengan bernafsu. Emm.. Mmh, enaknya. Untuk lebih nikmat Bu Soni kusuruh, "Pegang dan elus-elus paha saya. Enak sekali Bu." Dengan spontan kedua tangannya langsung mengayunkan elusannya di pahaku. Dia mainkan sampai pangkal paha. Bukan main! Sudah sama layaknya aku main dengan suamiku sendiri. Terlihat Bu Soni sudah betul-betul asyik dan sibuk menjilati liang kewanitaanku. Gerakan ke atas ke bawah melingkar ke seluruh liang kewanitaanku. Seolah-olah dia sudah mulai terlatih.

Kemudian aku suruh dia untuk menyisipkan lidahnya ke dalam liang kewanitaanku. Dahinya agak berkerut tetapi dicobanya juga dengan menekan lidahnya ke lubang di antara bibir kemaluan saya. "Aaa.. Aakh! Nikmat sekali. Aku mulai naik untuk mencapai klimaks. Kedua tangannya terus mengelus kedua pahaku tanpa henti. Aku mulai naik dan terasa lubang kemaluanku semakin hangat, mungkin lendir kemaluanku sudah banyak yang keluar. Akhirnya aku pun mencapai klimaks dan aku merintih, "aa.. Aah, uuh". Sialan Bu Soni tampaknya masih asyik menjilati sedangkan badanku sudah mulai lemas dan lelah. Bu Soni pun bertanya karena gerak kaki dan badanku berhenti, "Gimana, Jeng?" Aku berkata lirih sambil senyum kepadanya, "Jempolan. Sekarang Bu Soni sudah mulai pinter." Dia hanya tersenyum.
Aku tanya kembali, "Bagaimana? Situ masih jijik nggak?"
"Sedikit, kok.", jawabnya sembari tertawa, dan akupun ikut tertawa geli.
"Begitulah Bu Soni. Mudah-mudahan bisa dilanjutkan lebih mesra lagi dengan suaminya, tetapi jangan bilang, lho, dari saya."
"oo.., ya, ndak, toh, Jeng. Saya 'kan juga malu. Nanti semua orang tahu bagaimana?""Sekarang yang penting berusaha agar putrinya bisa punya adik. Kasihan, lho, mungkin sejak dulu dia mengharapkan seorang adik."
"Ya, mudah-mudahan lah, Jeng. Rejeki akan segera datang. Eh! Ngomong-ngomong, Jeng mau nggak kalo' kapan-kapan kita bersama kayak tadi lagi?"
"Naa.., ya, sudah mulai ketagihan, deh. Yaa, itu terserah situ saja. Tapi saya nggak tanggung jawab, lho, kalo' situ lantas bisa jadi lesbian juga. Saya 'kan cuma kasih contoh saja.", jawabku sembari mengangkat bahu dan Bu Soni hanya tersenyum.

Kemudian aku cepat-cepat berpakaian karena ingin segera sampai di rumah, khawatir suamiku curiga dan berprasangka yang tidak-tidak. Waktu aku pamit, Bu Soni masih dalam keadaan telanjang bulat berdiri di depan kaca menyisir rambut. Untung kejadian ini tak pernah sampai terbuka sampai aku tulis cerita yang aneh dan lucu ini. Soal bagaimana kemesraan Bu Soni dan suaminya selanjutnya, itu bukan urusan saya tetapi yang penting kelezatan liang kewanitaan Bu Soni sudah pernah aku rasakan.

TAMAT

pengalaman indah

Nama saya Indah. Orang biasa memanggil "Iin" atau "Indah". Aku sekarang baru lulus dari sebuah Universitas di Jakarta. Dan aku tertarik sekali ingin memberitahukan pengalaman hidup yang satu ini kepada 17Tahun. Saya adalah seorang wanita yang berparas yah tidak akan mengecewakan bagi siapapun yang memandangnya deh. Tinggi badan saya 171 cm, berat 53 kg, biar langsing tapi aku rajin fitness minimal 2 kali seminggu di Gym, jadi ya kulitku kencang dan mulus, berambut hitam lurus sebahu, bermata hitam kecoklatan, dan kulit saya kuning langsat (yah pokoknya kulit orang Indonesia banget deh!) dan asalnya dari Sunda, di Cicaheum, Bandung! tapi tinggalnya di Daan Mogot, Jakarta. Dan saya masih benar-benar "totally virgin" alias perawan asli ketika hal yang akan saya ceritakan ini terjadi!

Saya tadinya seorang wanita yang normal, maksud saya sifat seksualitas saya itu normal seperti wanita lainnya, senang sama cowok, apalagi yang keren! Walau sekarang masih senang sama cowok, tapi arah seksualitas saya lebih cenderung ke arah seorang lesbian setelah hal 'itu' terjadi, jadi saya simpulkan bahwa saya adalah seorang biseksual!

Siang itu aku seperti biasa, jalan dari rumah ke kampus, biasa bawa tugas-tugas yang setumpuk dari dosen-dosen yang killer-killer. Setelah kuliah (maklum hanya sebentar, ketika itu hari Sabtu, jadi kuliah yang barusan sebenarnya hanya buat pengganti buat selasanya, karena dosennya tidak masuk!) jadi jam 12.30 sudah bubaran. Aku tuh orang yang paling sering diledekin sama teman-temanku karena hanya punya tampang 'n body doang, tapi tidak punya cowok! (katanya terlalu mikirin belajar, padahal sih kan memang harus).

Terus, siang itu karena bete banget habis kuliah, ya aku langsung saja pulang! Tapi ketika sudah hampir sampai di rumah aku kepikiran, lebih baik malam minggu begini menyewa beberapa VCD saja di rental dekat rumahku! Tentang rental itu terus terang aku bilang bagus! Tempatnya cukup besar dan terlihat mewah, dan ber-AC, lagi pula harga VCD sewaannya pun tidak terlalu mahal! Ya sudah deh, aku menyewa film-film itu kalau tidak salah sih aku menyewa 6 film!

Sorenya ketika aku mau menonton film pertama, telpon rumah berdering memecah kesunyian (maklum orang rumah pada pergi! Papa sama mama lagi pulang kampung ke Bandung, terus adikku yang cowok ikutan camping sama klub pecinta alamnya di Garut). Pokoknya benar-benar sendirian deh. Ya sudah, dengan agak malas kuangkat telepon itu, dan ternyata benar seperti yang kuduga, yang menelpon si Mira (dia hanya tinggal berdua dengan kakeknya ditambah pembantu), sobatku sejak semester satu.

"Halo.., ini Indah ya..? Ini aku, Mira..!" katanya.
"Halo.., ya ini aku, ada apa lagi nih, Mir..!" jawabku.
"Gini, Ndah.. aku lupa kalo Mang Eja (pembantunya) yang megang kunci rumahku, padahal tadi pas dia mau berangkat ke rumahnya (di Karawang) aku taruh kuncinya di tasnya, soalnya kebelet pipis, trus aku lupa deh, dan kuncinya kebawa dia..!" katanya panjang.
"Duh, Mir.. masih cantik kok udah pikun..!" tukasku enteng. "Trus, kamu gimana sekarang..?" tanyaku lagi.
"Ya tau deh bingung banget nih, dia baru balik lagi pas minggu malem, katanya sih gitu..!" Mira memang nadanya waktu itu lagi kesal dan bingung.
"Gimana kalo aku nginep di rumahmu aja malem ini, Ndah.. masa aku mau nginep di hotel..?" pintanya dengan nada sedikit memelas.

Rumahnya si Mira sekitar 1 jam jaraknya kalau ditempuh dari rumahku, akhirnya aku sih boleh-boleh saja, paling tidak ada teman deh di rumah! Masa anak gadis sendirian di rumah, di Jakarta Barat lagi, yang terkenal kriminalitasnya. Begitu tukasku dalam hati.
"Oke deh, Mir.. gue tungguin..! Ati-ati lu, Mir..!" tukasku ringan.

Aku menunda menonton VCD itu, karena mau mandi dulu, malu biar sama teman sendiri tapi belum mandi. Ketika jam 16.30 tepat, si Mira datang, waktu itu hujan deras, dia tidak membawa payung, ya sudah deh basah kuyup ketika sampai rumah! Aku kasih tahu tentang gadis yang feminim ini, tingginya sekitar 160 cm deh, tapi masih lebih tinggi aku sedikit, penampilannya persis seperti Putri Solo sekali, langsing singset, kulit putih kekuningan, rambut hitam lurus agak panjang dari rambutku, dan waktu itu dia memakai kemeja krem dengan rok sebetis (agak belah sedikit sampai sepaha).

Ketika dia datang, aku kebetulan baru saja habis mandi, dan hanya memakai handuk di kepala dan longdress buat pakaian orang habis mandi! Biar begitu juga aku selalu pakai BH dan CD-ku dong! Tidak seperti yang di film-film barat, hanya bahu yang menempel di badan saja! Ya sudah, aku suruh dia masuk dan segera mandi, aku pinjamkan dasterku (dia yang minta karena hanya di rumah saja). Aku berdua Mira awalnya sih biasa saja, sama sekali tidak ada tuh perasaan saling suka (secara seksual) sama dia, hanya memang kami saling mengagumi fisik masing-masing.

Sehbis dia mandi, kami berdua makan Indomie Rebus hangat yang baru kubikin, sungguh nikmat saat itu, udara dingin ditutupi dengan kehangatan dari Mie itu, mengasyikkan! Malamnya kira-kira jam 19.30 baru deh kami menonton VCD yang kusewa siang tadi, judulnya kalau tidak salah sih Wildthings, nah inilah merupakan faktor yang membuat kami jadi 'lesbo'. Aku sendiri juga kaget, ternyata di CD keduanya, artis Neve Campbell (tidak disangka juga Neve campbell mau akting bercinta sama cewek) sama artis satunya lagi (sorry, lupa nih) itu saling bermain cinta, walaupun disana juga ada aktornya, jadi mereka bercinta bertiga, 2 cewek dan 1 cowok.

Awalnya kami sih kaget dan agak jijik, melihat 2 cewek saling bersetubuh bugil begitu, walaupun ada juga prianya. Kami terus terpana melihat adegan bagian itu yang berdurasi sekitar 5-10 menit. Dan terus terang, ketika itu aku merasakan sesuatu yang benar-benar lain merasuki perasaanku, mungkin memang juga sudah naluri seksku dari sananya mungkin, yang cenderung bisa jadi lesbian, jadi aku merasa sesuatu yang aku benar-benar ingin rasakan kelembutan seksual seorang wanita. Terasa sekali hasrat seksualku mulai naik, lalu tanpa sengaja aku memegang lengan kanan si Mira, lalu kutatap dalam-dalam tubuhnya.

Ternyata dia yang selama ini kuanganggap biasa saja terlihat menjadi sangat sensual di hadapanku, benar-benar seorang wanita yang anggun. Kulitnya yang sangat mulus (beneran lho..!) membuatku selalu ingin memegangnya, bahkan sempat terbesit bahwa di malam panjang ini aku harus bercinta dengannya, dan keinginan itu semakin menjadi-jadi ketika adegan di VCD itu antara artis wanitanya saling berciuman bibir dengan sangat lembutya, dan saling menjilati tubuh satu sama lain. Tapi ketika itu si Mira tidak merespon, dia hanya balas memegang jemariku saja, dan tiap sebentar melihatku dengan pandangan yang terus terang sangat menggodaku.

Nafsu seksualku semakin bertambah, keinginan yang teramat dan amat sangat menimpa diriku kala itu, sepertinya aku mulai merasakan bahwa libidoku naik dengan sangat drastis, tapi aku masih dapat menahannya sambil hanya mengelus-elus tangan Mira dan sesekai rambutnya yang cantik itu. Mulailah kucoba untuk mengalihkan perhatiannya, kumatikan lampu yang terang, dan kunyalakan yang redup (walau masih agak terang juga). Lalu mulai aku memegangi dagunya dan menolehkannya pada wajahku, tersentak dia agak terkejut, sungguh! Wajah Mira membuatku sangat naksir padanya, baru kali itu aku rasakan hal seperti itu.

Dan hal yang membuatku lebih membuat libido semakin membara ketika Mira mengucapkan kata-kata indah kepadaku.
"Ya ampun, kalo diperhatikan elu tuh sweet banget lo, Ndah! Bodymu juga sensual banget..!" setika itu pula tersentak nafsu seksualku sangat menggebu.
Mulailah kututup mulut Mira dengan jemariku, tanganku yang satunya lagi mengelus-elus rambutnya. Perlahan-lahan alam bawah sadarku memerintahkanku untuk mencumbu bibirnya yang manis itu. Lalu kulakukan, kukecup dengan penuh mesra, dan seperti yang kuharapkan, Mira akhirnya juga merasakan apa yang sudah kurasakan sejak tadi. Dia akhirya juga jadi 'horny' setelah kuperlakukan seperti itu.

Serentak kami pindah ke kamarku, sambil sedikit berlarian dan tertawa senang. Sampai di kamarku, aku menggodanya dengan mengatakan, "Aku.. aku sungguh suka sama kamu Mira, kamu sangat cantik, ayu, dan baik!"
Dan tampaknya serentak itu pula Mira mulai merasakan libidonya membara! Kami berciuman bibir, dia jelujurkan lidahnya ke bibirku, kusambut lidah dengan lidahku. Kami bercumbu sangat baik, dengan memainkan lidah dan mengulum-ngulumnya (seperti orang sudah terlatih, padahal sih tidak pernah!).

Tindakan kami terus berlanjut, sementara kami berciuman, Mira perlahan menarik ke atas dasterku, terus hingga perasaanku sangat nikmat kala itu. Dia meraih CD kremku dan membukanya perlahan-lahan. Kubantu dengan sedikit mengatur selangkanganku, dan terlepaslah CD-ku yang mungil itu. Kubalas dia dengan langsung membuka dasternya dari bawah ke atas, kulihat sekarang Mira hanya mengenakan Bra dan CD-nya, itu merupakan stelan pakaian dalamku, karena punyanya basah terkena hujan.

Dia mencium leherku terus dan menjilati telingaku, aku tetap meraba-raba perutnya yang sudah terbuka itu sesukaku, sungguh kulit yang sangat indah dari yang penah kurasakan.
Lalu kucium mesra dan kuhisap-hisap pusarnya, hingga dia benar-benar kegelian dan berkata, "Ohh, Indaahh.. uhmm, terus sayang.. oohh..!" desahnya di telinga kiriku pelan, suara serak basahnya yang membuatku semakin ingin memberikan nafsu juga padanya.
Suara Mira benar-benar membuatku semakin nafsu, tampak kami sedikit berkeringat karena memang agak tegang melakukan ini.

Kuhisap dan kujilati keringat yang seperti embun itu di pahanya.
"Ohh, kamu betul-betul bidadari, Mira sayangku..!" tukasku.
Tak hanya itu, Mira pun membalas dengan membuka restleting daster di punggungku. Lepaslah busana kami berdua, tinggal bra dan CD yang merekat. Kulihat payudaranya tampak mengeras perlahan-lahan, lalu dia sendiri yang membuka bra-nya secara mendadak. Dengan cepat pula dia lepas CD-nya, dia lakukan semua itu di hadapanku. Lalu dia memutari tubuhku dan menulunkupkanku di ranjang sambil menciumi dan menghisap-hisap leher belakangku.

Dia melepas bra-ku, terus dia ciumi sampai CD-ku terlepas, dan dia lalu menciumi pantatku yang benar-benar seksi. Dijilati selangkanganku antara lubang dubur dengan pantatku, kurasakan sangat nikmat.
"Ooohh sayang.. teruskan sayang..! Miraa..!"
Sungguh kurasakan kenikmatan yang teramat sangat, dan juga mulai kurasakan vaginaku mulai basah sedikit demi sedikit. Mira lantas membalikkan tubuhku, kini kami berhadapan, kami mulai lagi berciuman.

Mira sengaja menindihku dengan menghimpitkan payudaranya ke payudaraku sambil tetap mencumbuiku. Payudaraku yang berukuran 34C itu semakin mengeras akibat tindihan tubuh Mira yang yang sungguh sensual. Tangan Mira satunya meremas-remas lembut puting susuku, yang satunya lagi ia mainkan dalam liang kemaluanku, kurasakan kegelian dengan kenikmatan yang teramat sangat, hingga hampir tak kuasa aku menahannya.
"Miraa, oh Mira sayang.. ahh.. ahh.. ahh.."

Hampir satu jam kami melakukan ini, sungguh terasa begitu cepat. Lalu kami berputar posisi, sepertinya Mira lebih sering nonton film BF dan membaca buku-buku seks dari pada aku, sehingga dia tahu banyak style-style yang memberi kenikmatan.
"Orang bilang sytle ini 69 sayang.." tukasnya.
Aku sungguh tergoda ketika selangkangan Mira di hadapanku, kucium-cium dan kujilati duburnya, sungguh aroma parfum dicampur bau kulitnya membuatku semakin terangsang.

Mira melakukan sesuatu yang membuatku sangat merasakan sesuatu yang paling berbeda di dalam hidupku, dia menuangkan coke ke liang kemaluanku, kurasakan dingin. Tiba-tiba puncak kenikmatan datang ketika Mira menjilati vaginaku, memainkan lidah lembutnya di liang peranakanku, dan meniup-niup kecil disertai gigitan-gigitan halus.
"Ohh.. ahh.. terus, terus, teruskan sayang..! Oooh.. ah..," kurasakan itulah puncak kenikamatan yang kudapatkan.
Walaupun vaginaku basah bercampur dengan coke itu, Mira tetap menjilati dan melalapnya. Oh sungguh membuatku tak kuasa menahan kenikmatan itu!

Aku memang terkadang sering mencukur rambut-rambut yang ada di sekitar vaginaku, jadi hal itu memudahkan Mira menjalankan aksinya. Begitu juga Mira, vaginanya yang ada di hadapan wajahku kucium kecil, lalu kuhisap-hisap dan kujilati. Aku mencoba mengikutinya, yaitu dengan mengigit-gigit kecil dan memasukkan serta memainkan lidahku di liang peranakannya, oh sungguh memuaskan ketika itu. Mira sampai-sampai berkata, "Uuhmmf.. sayang.. oh.. Indaah aahh..!"
Mira dan aku sungguh sedang merasakan betapa nikmatnya bercinta, itulah pengalama pertamaku bercinta, dengan seorang wanita lagi, begitupun Mira.

Tubuh kami berkeringat, kami saling menjilati kulit dan menjilati keringatnya yang baunya benar-benar menggoda. Lalu kami bertukar posisi, jujur kami sedikit lelah, Mira berbaring di dadaku, kurasakan lembut payudaranya di tangan kananku, sedang tangan kiriku meremas-remas kecil vaginanya, lagi kami berciuman. Aku dan Mira bersetubuh (kendati sesama wanita) dengan cukup melelahkan, semalaman kami bercinta.

Mulai jam 10 malam sampai pagi, kami tetap berbugil ria berduaan, saling menikmati tubuh, sedikit kami kurangi frekwensi pergerakan, lebih kepada bergerak slowly! Kemudian kuulang lagi, kucium dan kuhisap-hisap serta kujilati kedua Nipples-nya..
"Ooh payudaramu benar-benar indah, kendati sedikit lebih menggoda payudaraku..," katanya.
Kalau aku tidak salah, kami bercinta sekitar 3 jam, kami lelah, lalu tidur berpelukan berdua. Saling mengeratkan tubuh, tapi Mira tak berhenti mencumbu kening, pipi, serta bibirku.

Ketika terjaga saat jam 4 pagi, kulihat Mira tidur pulas di lengan kananku, kutolehkan wajahku menghadapnya, kucumbui lagi Mira.., sungguh dia terlihat sangat anggun dalam keadaan bugil dan lelah begitu..! Aku mulai merasakan keanehan timbul, karena malam itu baru saja aku bersetubuh dengan sesama jenis, tapi yang kurasakan adalah kenikmatan yang tiada tara!
"Oh Miraa, sayang..!" kudaratkan lagi bibirku pada bibirnya sambil kuusap-usap rambut panjangnya.

Pagi harinya Mira terbangun lebih dahulu. Dia bilang dia sudah bangun jam 7, tapi aku baru bangun jam 7.30 pagi. Ketika bangun, kulihat Mira sedang bugil duduk di kursi di kamarku dengan kedua kakinya diangkat dan ditahan dengan kedua tangannya, sehingga menutupi payudaranya, dia menatapku dengan senyuman manis. Kubalas dengan segera bangun ke hadapannya dan lagi-lagi aku menciumi bibir seksinya.

Aku berkata, "Mira sayang, terima kasih ya, aku benar-benar ngga tau kenapa malam itu, tapi kamu sungguh hebat..! Aku.. aku mencintai kamu, Mir, sungguh..! Aku benar-benar suka kamu..!" ucapku spontan sambil memandangi matanya.
"Ah sudahlah, Indah sayanng.. aku ngga menyesal kok, kamu juga sangat hebat semalam, baru kali ini juga aku bercinta, sama kamu lagi!
"Hihihi.. aku, aku juga cinta kamu, sayang, sungguh..!" aku benar-benar terkejut Mira berkata itu, tapi aku sungguh senang.

Kini kami sungguh sangat lebih akrab dari sebelumnya, dan kami selalu melakukan persetubuhan (benar-benar bugil) dimanapun kami punya kesempatan, sungguh! Aku sangat menikmatinya begitu juga sayangku Mira! kini mereka (teman-teman kampus) tidak dapat ngeledek bahwa aku tidak punya pacar, atau cuma punya tampang 'n body saja, tapi tidak punya cowok. Kini aku punya, meskipun satu jenis denganku, dia lah Mira yang sangat kusayangi! Inilah kebiasaan baru kami, juga dengan sering berkata, "Sayang, sayang, dan sebagainya!"
Meskipun tidak ada seorangpun yang mengetahui bahwa kami ini lesbian dan telah beberapa kali bercinta.

Sekian kisah nyata ini dari saya, hanya untuk berbagi pengalaman. Love you all readers!

TAMAT

Tante Rahayu

Aku adalah penulis cerita Gairah Sesama Jenis. Sebenarnya percintaanku dengan Ira yang kutulis bukanlah yang pertama kulakukan dengan sesama jenis. Bahkan aku adalah seorang avonturir atau petualang cinta. Anyway, aku ingin menceritakan pengalaman seks-ku yang pertama (bahkan sebelum aku melakukannya dengan cowok), justru dari teman baik ibuku sendiri. Peristiwa yang tak kuduga ini terjadi ketika aku baru saja akan masuk kelas 1 SMA, ketika aku masih tinggal di Yogya, di belakang Hotel M**** (edited), terusan Malioboro.

Teman Ibuku itu bernama, Ibu Rahayu, biasa dipanggil dengan Ibu Ayu dan aku sendiri memanggilnya Tante Ayu. Karena hubungan yang sudah sangat dekat dengan Tante Ayu, ia sudah dianggap seperti saudara sendiri di rumahku.

Tante Ayu wajahnya sangat cantik, wajahnya tampak jauh lebih muda dari Ibuku karena memang usianya berbeda agak jauh. Usia Tante Ayu ketika itu sekitar 28 tahun. Selain cantik, Tante Ayu memiliki tubuh yang langsing, namun padat dan seksi.

Kejadian ini bermula ketika liburan semester, waktu itu kedua orang tuaku harus pergi ke Madiun karena ada perayaan pernikahan saudara. Karena aku dan Tante Ayu cukup dekat maka aku minta kepada ibuku untuk menginap saja di rumah Tante Ayu yang tidak jauh dari rumahku selama 5 hari itu. Dan kebetulan suami Tante Ayu juga sedang di luar kota, karena memang suaminya sering sekali ditugaskan ke luar kota, sehingga Tante Ayu sering sendirian di rumah.

Hari-hari pertama kulewati dengan ngobrol-ngobrol sambil bercanda-ria atau shopping berdua dengan Tante Ayu, sering juga kami bermain bermacam permainan seperti halma atau monopoli, karena memang Tante Ayu orangnya sangat pintar bergaul dengan siapa saja. Ketika suatu hari, sehabis makan siang, tiba-tiba Tante Ayu berkata kepadaku, "Sar.. kita main dokter-dokteran yuk.. sekalian Sari Tante periksa beneran, mumpung gratis.." Memang kata Ibuku, dahulu Tante Ayu pernah kuliah di fakultas kedokteran namun putus di tengah jalan karena menikah. "Ayoo.." sambutku dengan senang hati.

Kemudian Tante Ayu mengajakku ke kamarnya, lalu mengambil sesuatu dari lemarinya, rupanya ia mengambil stetoskop, mungkin bekas yang dipakainya ketika kuliah dulu. "Nah Sar, kamu buka deh bajumu, terus tiduran di ranjang," bisik Tante Ayu. "Baik Tante," kataku, lalu aku membuka kaosku, dan mulai hendak berbaring. Namun Tante Ayu bilang, "Lho.. BH-nya sekalian dibuka dong, biar Tante gampang meriksanya.." Aku yang waktu itu masih polos, dengan lugunya aku membuka BH-ku, sehingga kini terlihatlah buah dadaku yang masih mengkal. "Wah.. kamu memang benar-benar cantik Sar.." kata Tante Ayu. Kulihat matanya tak berkedip memandang buah dadaku, dan aku hanya tertunduk malu.

Setelah terlentang di atas ranjang, dengan hanya memakai rok mini saja, Tante Ayu mulai memeriksaku. Mula-mula di tempelkannya stetoskop itu di dadaku, rasanya dingin.., lalu Tante Ayu menyuruhku bernafas sampai beberapa kali, setelah itu Tante Ayu mencopot stetoskopnya.

Kemudian Tante Ayu tersenyum kepadaku, sambil tangannya menyentuh lenganku, lalu mengusap-usapnya dengan lembut, "Waah.. kulit kamu halus ya, Sar.. Kamu pasti rajin merawatnya," katanya. Aku diam saja, aku hanya merasakan sentuhan dan usapan lembut Tante Ayu. Kemudian usapan Tante Ayu bergerak naik ke pundakku. Setelah itu tangan Tante Ayu merayap mengusap perutku. Aku hanya diam saja merasakan perutku diusap-usapnya, sentuhan Tante Ayu benar- benar terasa lembut, dan lama-kelamaan terus terang aku mulai jadi agak terangsang oleh sentuhannya, sampai-sampai bulu tanganku merinding dibuatnya.

Lalu Tante Ayu menaikkan usapannya ke pangkal bawah buah dadaku yang masih mengkal itu, mengusap mengitarinya, lalu mengusap buah dadaku. Ih.. baru kali ini aku merasakan yang seperti itu, rasanya halus, lembut dan geli, bercampur menjadi satu. Namun tidak lama kemudian, Tante Ayu menghentikan usapannya. Dan aku kira.. yah, hanya sebatas ini perbuatannya. Tapi kemudian Tante Ayu bergerak ke arah kakiku. "Nah.. sekarang Tante periksa bagian bawah yah.." katanya. Setelah diusap-usap seperti tadi yang terus terang membuatku agak terangsang, aku hanya bisa mengangguk pelan saja.

Saat itu aku masih mengenakan rok miniku, namun tiba-tiba Tante Ayu menarik dan meloloskan celana dalamku. Tentu saja aku keget setengah mati, " Ih.. Tante, kok celana dalam Sari dibuka..?" kataku dengan gugup. "Lho.. khan mau diperiksa.. pokoknya Sari tenang aja.." katanya dengan suara lembut sambil tersenyum, namun tampaknya mata dan senyum Tante Ayu penuh dengan maksud tersembunyi. Tetapi saat itu aku sudah tidak bisa berbuat apa-apa.

Setelah celana dalamku diloloskan oleh Tante Ayu, Tante Ayu duduk bersimpuh di hadapan kakiku. Tante Ayu tak berkedip menatap liang kewanitaanku yang masih mungil, dengan bulu-bulunya yang masih sangat halus dan tipis. Lalu kedua kakiku dinaikkan ke pahanya, sehingga pahaku menumpang di atas pahanya. Lalu Tante Ayu mulai mengelus-elus betisku, halus dan lembut sekali rasanya, lalu diteruskan dengan perlahan-lahan meraba pahaku bagian atas, lalu ke paha bagian dalam. Hii.. aku jadi merinding rasanya. "Tante.." suaraku lirih. "Tenang sayang.. pokoknya nanti kamu merasa enak.." katanya sambil tersenyum.

Tante Ayu lalu mengelus-elus selangkanganku, perasaanku jadi makin tidak karuan rasanya. Kemudian, dengan jari telunjuknya yang lentik, Tante Ayu menggesekkannya ke bibir kemaluanku dari bawah ke atas, "Aaahh.. Tantee.." jeritku lirih. "Ssstt.. hmm.. enak kan..?" katanya. Mana mampu aku menjawab, malahan Tante Ayu mulai meneruskan lagi menggesekkan jarinya berulang-ulang. Tentu saja ini membuatku makin nggak karuan, aku menggelinjang-gelinjang, mengeliat-ngeliat kesana-kemari. "Ssstthh.. aahh.. Tante.. aahh.." eranganku terdengar lirih, dunia serasa berputar-putar, kesadaranku bagaikan terbang ke langit. Liang kewanitaanku rasanya sudah basah sekali karena aku memang benar-benar terangsang sekali.

Setelah Tante Ayu merasa puas dengan permainan jarinya, Tante Ayu menghentikan sejenak permainannya itu, tapi kemudian wajahnya mendekati wajahku, aku yang antara sadar dan tidak sadar, hanya bisa melihatnya pasrah. Wajahnya semakin dekat, kemudian bibirnya mendekati bibirku, lalu ia mengecupku dengan lembut, rasanya geli-geli, lembut dan basah. Namun Tante Ayu bukan hanya mengecup, ia lalu melumat habis bibirku sambil memainkan lidahnya. Hii.. rasanya jadi makin geli apalagi ketika lidah Tante Ayu memancing lidahku, sehingga aku tidak tahu kenapa, secara naluri jadi terpancing, sehingga lidahku dengan lidah Tante Ayu saling bermain, membelit-belit, tentu saja aku jadi semakin nikmat kegelian.

Kemudian Tante Ayu mengangkat wajahnya dan memundurkan badannya. Entah apa lagi pikirku, aku toh sudah pasrah. Dan eh.. gila.. Tante Ayu menyeruakkan kepalanya ke selangkanganku, kedua pahaku diletakkan di atas pundaknya, sehingga kedua paha bagian dalamku seperti menjepit kepala Tante Ayu. Lalu tanpa sungkan-sungkan lagi Tante Ayu mulai menjilati bibir kemaluanku. "Aaa.. Tantee..!" aku menjerit, walaupun lidah Tante Ayu terasa lembut, namun jilatan Tante Ayu itu terasa menyengat liang kewanitaanku dan menjalar ke seluruh tubuhku, namun Tante Ayu justru menjilati habis-habisan bibir kemaluanku, lalu lidahnya masuk ke dalam liang kewanitaanku dan menari-nari di dalam liang kewanitaanku. Lidah Tante Ayu mengait-ngait kesana-kemari menjilat-jilat seluruh dinding kemaluanku. Tentu saja aku makin menjadi-jadi, menjerit-jerit tidak karuan, "Aaahh.. Tantee.. aa.. auu.. aahh..!" Aku menggelinjang-gelinjang seperti kesurupan, menggeliat kesana-kemari merasakan kegelian bercampur dengan kenikmatan yang amat sangat. Namun Tante Ayu dengan kuat memeluk kedua pahaku di antara pipinya, sehingga walaupun aku menggeliat kesana-kemari, namun Tante Ayu tetap mendapatkan yang diinginkannya.

Jilatan-jilatan Tante Ayu benar-benar membuatku bagaikan orang lupa daratan, liang kewanitaanku sudah benar-benar banjir dibuatnya, membuat Tante Ayu menjadi semakin liar, ia bukan cuma menjilat-jilat, bahkan menghisap, menyedot-nyedot liang kewanitaanku. Cairan lendir liang kewanitaanku bahkan disedot Tante Ayu habis-habisan. Sedotan Tante Ayu di liang kewanitaanku sangat kuat, membuatku jadi samakin kelonjotan.

Kemudian Tante Ayu sejenak menghentikan jilatannya. Dengan jarinya ia membuka bibir kemaluanku, lalu disorongkan sedikit ke atas. Aku saat itu tidak tahu apa maksud Tante Ayu, rupanya Tante Ayu mengincar klitorisku. Tante Ayu menjulurkan lidahnya, lalu dijilatnya klitorisku, "Aaahh.." tentu saja aku menjerit keras sekali, aku merasa seperti kesetrum, karena ternyata itu bagian yang paling sensitif buatku. Begitu kagetnya aku merasakannya, aku sampai menggangkat pantatku. Tante Ayu malah menekan pahaku ke bawah, sehingga pantatku nempel lagi ke kasur, dan terus menjilati klitorisku sambil dihisap-hisapnya, "Aaa.. aauuhh.. aahh..!" jeritku semakin menggila.

Tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang amat sangat, yang ingin keluar dari dalam liang kewanitaanku, seperti mau kencing, dan aku tak kuat menahannya, namun Tante Ayu yang sepertinya sudah tahu, malahan menyedot klitorisku dengan kuatnya sehingga, "Tantee.. aahh..!" tubuhku terasa tersengat tegangan tinggi, seluruh tubuhku menegang, tak sadar kujepit dengan kuat pipi Tante Ayu dengan kedua pahaku di selangkanganku. Lalu tubuhku bergetar bersamaan dengan keluarnya cairan liang kewanitaanku, banyak sekali dan tampaknya Tante Ayu tidak menyia- nyiakannya, disedotnya liang kewanitaanku, dihisapnya seluruh cairan yang keluar dari liang kewanitaanku. Tulang-tulangku terasa lolos, lalu tubuhku terasa lemas sekali.

Tante Ayu kemudian memelukku, lalu mengecup bibirku. "Gimana Sar.. enak khan..?" Namun aku sudah tak mampu menjawabnya, nafasku tinggal satu-satu, aku hanya bisa mengangguk sambil tersipu malu. Aku tidak percaya bisa diperlakukan begini oleh Tante Ayu, dan tidak pernah kusangka, karena sehari-hari Tante Ayu tampak begitu cantik dan anggun. Dan akhirnya aku yang sudah amat lemas terlelap di pelukan Tante Ayu.

Setelah kejadian itu, pada mulanya aku benar-benar merasa gamang, perasaan-perasan aneh berkecamuk dalam diriku, walaupun ketika waktu itu, saat aku bangun dari tidurku Tante Ayu telah berupaya menenangkanku dengan lembut. Namun entah kenapa, setelah beberapa hari kemudian, kok rasanya aku jadi kepengin lagi, abisnya kalau diingat-ingat sebenarnya enak sich hi.hi.hi.. Jadi sepulang sekolah aku mampir ke rumah Tante Ayu, tentu saja aku malu mengatakannya, aku hanya pura-pura ngobrol kesana-kemari, sampai akhirnya Tante Ayu menawarkan lagi untuk main-main seperti kemarin dulu, barulah aku menjawabnya dengan mengangguk malu-malu.

Begitulah kisah pengalamanku, ketika pertamakali aku merasakan yang namanya seks. Setelah pengalamanku dengan Tante Ayu itu barulah aku mulai bertualang dimana akhirnya aku mau mencoba bercinta dengan lain jenis.

TAMAT