Join The Community

Darah keperawanan Ayu

"Yah, kita terlambat deh, Yu." keluh Dinda.
"Sudah lewat lima menit nih", Ayu langsung lunglai.
Kuliah pertama hari ini dosennya killer banget, namanya Pak Sundjoto. Ia benar-benar takut sama Pak Sundjoto. Namanya saja sudah Sundjoto, bagaimana senjatanya. Finally, mereka harus bolos kuliah. Itu lebih baik, daripada mereka harus dihukum menyalin tugas statistik tujuh kali.
"Ya udah deh, aku mandi dulu. Kau juga Din, nanti masuk angin" kata Ayu sambil segera masuk ke kamarnya dengan lemas.

Dinda benar-benar merasa bersalah. Seharusnya ia tak terlalu lama memilih-milih bra tadi, tapi Dinda memang paling senang pilih-pilih underwear. Bisa dikategorikan bahwa Dinda seorang kolektor underwear. Akibatnya mereka harus mengejar waktu menembus hujan yang cukup deras, tapi nyatanya tetap harus terlambat. Untuk menebus kesalahannya itu Dinda memasakkan mie goreng untuk Ayu. Ayu gemar banget sama mie goreng, dan itu merupakan senjatanya untuk meminta maaf kepada Ayu.

Dinda tak peduli kedinginan. Tanpa harus mandi dulu, ia sudah menggorengkan mie untuk Ayu. Lalu Dinda segera membawa mie goreng "made in" dirinya ke kamar Ayu. Ayu kaget ketika Dinda tiba-tiba masuk ke kamarnya begitu saja. Pasalnya Ayu belum selesai memakai bajunya. Ia masih bertelanjang dada. Untung bagian paling sensitifnya sudah 'diamankan' sebelum Dinda masuk tadi.

Dinda juga tak kalah kagetnya. Ia sampai terbengong-bengong memandangi pemandangan indah yang terhampar di depan matanya. Kedua bukit kembar Ayu membusung di depannya. Sekal membulat sedikit berlebihan untuk tubuhnya yang agak kurus. Kedua bola mata Dinda yang bening nanar memandangi kedua daging kecil coklat kemerah-merahan yang bertengger di kedua ujung bukit kembar itu. Darah Dinda bagai disiram air hujan, dingin menggigil. Ia terbayang beberapa adegan blue film yang pernah ditontonnya.

Hujan semakin deras di luar. Petir mengelegar memekakkan telinga. Dinda tersentak mendengarnya.
"Ah, maaf Yu. Aku tak sengaja. Ini mie goreng untukmu. Makanlah selagi hangat," kata Dinda sedikit gugup.
Diletakkannya sepiring mie goreng itu di meja rias. Dinda segera berbalik hendak pergi tapi urung karena Ayu memanggilnya.

"Din, aku masuk angin. Kamu mau kerokin kan aku?" pinta Ayu.
Mulanya Dinda ingin menolak. Dia takut birahinya muncul dan salah tempat karena Ayu dan Dinda sejenis. Tapi melihat wajah memelas Ayu, perasaan bersalah Dinda kembali muncul. Bagaimanapun juga Dinda yang menyebabkan Ayu jadi masuk angin. Akhirnya Dindapun bersedia menuruti permintaan Ayu.

"Sebentar aku ambilkan balsemnya," ujar Dinda segera keluar kamar Ayu.
Tapi ternyata Ayu menyusul Dinda. Ayu berfikir di kamar Dinda juga tidak apa-apa, sama saja. Maka dengan hanya mengenakan CD-nya Ayu masuk ke kamar Dinda. Tentu saja Ayu tidak perlu khawatir karena mereka hanya berdua di rumah itu saat ini.

"Disini saja, Din." kata Ayu membuat Dinda terkejut tak menyangka Ayu akan menyusul ke kamarnya.
Ayu menelungkupkan badannya diatas ranjang. Kemudian Dinda duduk di tepi ranjang untuk mulai mengerokin kulit punggung Ayu. Tapi niat itu urung dengan tiba-tiba. Jemari Dinda menyentuh kulit punggung Ayu sekilas. Kulit punggung Ayu halus sekali.

Punggung Ayu yang agak kecoklat-coklatan nampak belang di bagian yang biasa tertutup tali bra. Tanpa sadar Dinda menyentuhkan jari telunjuknya menyusuri bagian punggung Ayu yang belang itu. Dari punggung atas teruuss menyamping. Ayu yang merasa kegelian membalikkan badan. Pada saat itulah tanpa sengaja jari telunjuk Dinda menyentuh payudara kiri Ayu.

"Kenapa, Din?" tanya Ayu sedikit mengatupkan mata menahan rasa merinding di tubuhnya.
"Kulitmu halus sekali."ujar Dinda dengan nafas tersendat.
Mata Dinda kembali tertuju pada bukit kembar yang terpampang di depannya.
"Milikmu besar sekali." lanjut Dinda.
"Kamu sudah pernah ML (make love) ya?"
"Siapa bilang? Ini keturunan.", jawab Ayu sambil sedikit mengangkat bukit kirinya ke atas, bagaikan menantang setiap tangan untuk memegangnya.

Birahi Dinda yang mulai terbakar dan imbas dari kehujanan tadi membuat Dinda menggigil. Kemudian dilepaskannya kaosnya yang sudah agak kering. Tersembulah dua bukit kembar Dinda yang masih terbalut kain bra. Dua bukit yang sebenarnya agak kecil itu terlihat lebih besar dari ukuran sebenarnya karena menegang menahan birahi Dinda yang mulai meluap. Entah mengapa Ayu menjadi senang ketika Dinda melepas kaosnya.

"Milikmu juga besar Din." kata Ayu.
Dinda memandangi kedua bukit yang masih tertutup kain itu
"Coba aku buka ya" pinta Ayu.

Ayu menempelkan tubuhnya ke tubuh Dinda untuk membuka pengait bra di punggung Dinda sehingga Dinda mudah untuk melepaskannya. Mata Ayu berbinar-binar memandangi dua bukit kembar ukuran 32 milik Dinda itu. Walau sedikit lebih kecil dari miliknya, tapi milik Dinda itu nampak lebih ranum. Tentu saja itu karena birahi Dinda yang mulai bergolak. Tiba-tiba Dinda melepaskan klok yang dipakainya. Sesekali gerakannya tersendat. Kini mereka berdua sama. Hanya memakai CD tanpa penutup lain.

"Yuu.. aku rasanya mau.." suara Dinda mendesah
"Mau apa?" tanya Ayu dengan tatapan menggoda.
"Aku tak bisa menahannya Yu.." suara Dinda makin mendesah.

Tahulah kini Ayu apa yang diinginkan Dinda. Ia segera menarik tuduh Dinda merebah. Kemudian dirabanya dada Dinda perlahan dan lembut. Diresapinya kehalusan kulit Dinda senti demi senti. Disentil-sentilnya puting payudara Dinda setiap kali jemari Ayu menyentuhnya. Dada Ayu bergemuruh, nafasnya naik turun. Sedang Dinda tersengal-sengal menikmati setiap sentuhan Ayu.

"Yu.. ooh.. dinginn.."
"Din.. kamu menggairahkan banget.. aku.. juga mau.."

Ayu mulai gelap mata. Kini ditindihnya tubuh Dinda. Bibir Ayu menyentuh bibir Dinda. Dilumatnya bibir bawah Dinda dengan rakus, dihisap dan digigit-gigit kecil. Dipermainkannya lidah Dinda dengan lidahnya hingga membuat Dinda berkerjap-kerjap. Bukit kembar mereka saling menghimpit. Keduanya nampak seperti kembar siam saja, saling menempel dan melumat. Dinda menggesek-gesekkan kemaluannya pada kemaluan Ayu berirama. Sedangkan kedua tangannya telah meremas-remas kedua bokong Ayu yang semok dan sekal. Nafas keduanya semakin memburu menikmati apa yang belum pernah sekalipun mereka rasakan.

"Ahgh.. Yu.. enak.. teruus aahh" rintih Dinda di sela-sela cumbuan Ayu.
Bibir Ayu turun menjilati leher Dinda yang jenjang dan memberikan gigitan-gigitan kecil sehingga nampak noda merah di beberapa tempat di leher Dinda. Gejolak birahi Dinda yang telah bergolak bagai tak bisa dibendung menyambar-nyambar bagai kilat di sore itu. Dibalikkannya tubuh Ayu sekuat tenaga.

Kini posisi mereka berbalik. Dinda yang berbadan lebih besar menghimpit tubuh Ayu. Tanpa banyak pikir diremasnya bukit kembar Ayu bergantian. Makin lama semakin keras. Ayu meringis menahan sakit. Lalu Dinda memasukkan puting merah kecoklat-coklatan itu ke dalam mulutnya. Di dalam mulutnya Dinda meniup dan menghisap daging kecil itu. Dijilatinya beberapa bagian yang bisa digapai oleh lidahnya. Kemudian digigit-gigitnya gemas daging yang sudah sangat keras itu.

"Achh.." teriak Ayu kesakitan.
Ayu membenamkan kepala Dinda ke dadanya yang semakin dibusungkan. Ayu benar-benar melayang. Manakala jemari Dinda mulai meraba-raba isi dibalik CD-nya. CD itu telah basah bermandikan lendir yang berasal dari lubang vagina Ayu. Dinda meraba-rabanya. Tangannya kini telah menelusuri setiap lekuk bukit belah yang berumput basah itu. Disentilnya sesekali ketika cemarinya menyentuh daging kecil yang tersembul di antara belahannya.

"Ehh.. nikmat sekali Din.. teruss lakukan teruss.. ehh" Ayu mengerang kenikmatan.
Dinda tak banyak bicara. Ia hanya mendengus-dengus memburu sambil terus mengulum puting susu Ayu. Ditekannya vagina Ayu dengan telapak tangannya. Tersembur cairan kental dari lubang vagina Ayu yang kini menempel di tangannya. Dinda menghentikan kulumannya. Dilihatnya telapak tangannya yang basah oleh cairan dari lubang vagina Ayu itu. Dijilatnya cairan itu. Tak berasa.

"Kenapa berhenti, Din?" kata Ayu kesal.
"Ikuti petunjukku Ayu," pinta Dinda.
Dinda segera melepas CDnya. Kini ia dalam keadaan telanjang bulat. Tak selembar kainpun membalut tubuhnya. Dilemparkannya CD yang telah basah itu entah kemana. Kemudian dilepasnya pula CD milik Ayu. Ayu membantu dengan meregangkan selangkangannya. Kini mereka telah sama-sama polos seperti bayi.

Dinda kini berganti posisi tidur. Tubuhnya masih tetap menindih tubuh Ayu. Tapi mukanya kini sudah berada di atas selakang Ayu. Dan wajah Ayupun sudah berada di bawah selakang Dinda. Dinda memulainya dengan menciumi vagina Ayu. Kemudian lidahnya mulai bermain-main di rerumputan yang telah basah itu.

Ayu bagai diperintah mengikuti semua yang dilakukan Dinda. Disapunya semua bagian vagina Dinda yang ditumbuhi bulu-bulu yang agak jarang. Dijilat-jilatnya klitoris Dinda lalu dihisapnya agak kuat. Dinda mendesis-desis kegelian. Lalu dilakukannya hal serupa pada vagina Ayu membuat Ayu bergelinjangan. Ditekan-tekannya kembali vagina Ayu dengan telapak tanggannya. Suur.. cairan kental itu kembali keluar. Dijilatinya dinding vagina Ayu sehingga membuat Ayu semakin terlena.

Tiba-tiba Dinda melihat lubang berwarna coklat kemerah- merahan yang agak terkatup. Dijilat-jilatnya lubang itu, Ayu bergelinjangan. Dinda terus menjilatinya sambil mengingat-ingat salah satu blue film yang pernah ditontonnya. Mungkin lubang inilah yang dimaksud. Lubang yang selalu disodok oleh penis kalau ingin mendapatkan kepuasan tertinggi. Mata Dinda berbinar-binar. Ia berguling ke samping, lalu membisikkan sesuatu ke telinga Ayu.
"Aku akan membawamu terbang, Yuu.."

Ayu mengangguk pasrah. Yang terpenting baginya adalah menikmati permainan Dinda selanjutnya. Dinda meraih sebatang wortel dari rak sayur di bawah meja. Kemudian ditekuknya siku kaki Ayu dengan posisi agak mengangkang sehingga kepala Dinda mudah mencumbu kembali bagian terpeka Ayu itu. Dengan perlahan ditusukkannya ujung wortel itu ke dalam lubang kemaluan Ayu. Ayu merintih-rintih kesakitan. Vaginanya terasa panas dan nyeri. Tapi Dinda terus mendorongnya ke dalam.

"Aaahh.." Ayu menjerit badannya terduduk seketika.
Matanya liar memandangi benda apakah gerangan yang telah membuatnya merasa kesakitan. Darah segar menyembur, keperawanan Ayu telah amblas. Dinda menarik keluar batang wortel itu, tapi belum sampai keluar sepenuhnya, sudah dimasukkan kembali. Mata Dinda mengerjap-ngerjap. Sedang Ayu memandangi batang wortel yang keluar-masuk lubang keperawanannya dengan nafas menghentak-hentak. Ada rasa nikmat di antara rasa nyeri di lubang kewanitaannya.

Kemudian direbutnya batang wortel itu dari tangan Dinda. Dimasukkannya ujung wortel itu lebih dalam dengan tangganya sediri. Matanya terpejam menikmati kenikmatan yang luar biasa. Dinda yang merasa kelelahan tergeletak bersimbah keringat.

Hatinya bergemuruh mengenang yang barusan terjadi. Ada apa dengannya? Apakah dia sudah menjadi seorang lesbi? Ah, tidak! Ia masih normal! Hati Dinda berontak. Ia segera berlari keluar kamar sebelum Ayu kembali memburunya dengan batang wortel yang masih bersimbah darah keperawanan Ayu.

TAMAT

Penyesalan

Teng.. teeng.. teng.. begitulah bel sekolahku berbunyi yang menandakan seluruh pelajaran di sekolah telah usai dan siswa-siswi SMP tempatku menuntut ilmu sudah boleh pulang. Segera aku membereskan seluruh buku yang ada di mejaku dan bergegas menuju lapangan sekolah untuk bermain sambil menunggu dijemput. Biasanya memang aku pulang sendiri karena sebenarnya jarak dari rumah ke sekolahku memang tidak begitu jauh, hanya saja kali ini di rumahku sedang kosong jadi aku menunggu dijemput oleh Mbak Wi karena hanya dia yang memegang kunci rumah.

Di lapangan sekolah kulihat banyak teman-temanku yang sedang bermain bola dari plastik dan mereka sama juga sepertiku menunggu jemputan dari orang tua mereka, daripada diam menunggu aku pun bergabung untuk bermain dengan mereka. Cukup lama juga aku bermain karena teman-teman yang bermain bersamaku semakin berkurang seiring dengan datangnya para penjemput mereka. Aku melayangkan pandanganku ke pinggir lapangan dan ke gerbang sekolah untuk melihat apakah Mbak Wi sudah ada di sana atau belum dan ternyata belum,
"Aduh ke mana dulu sih Mbak Wi ini?" pikirku.
Aku segera menuju pinggir lapangan untuk mengambil minum dalam tasku dan ketika itulah kudengar sayup-sayup suara orang memanggil namaku dan ternyata itu Mbak Wi dan dia bersama seorang anak perempuan yang juga memakai seragam SMP sepertiku.

Aku berlari menuju Mbak Wi dan ternyata anak perempuan itu adalah Nia, anak kelas 1 SMP hanya beda sekolah denganku. Orang tuaku kenal sama Nia karena memang Nia sering diajak oleh Mbak Wi jalan-jalan, main ke rumah dan orang tua Nia pun sudah mengenal dekat Mbak Wi.
"Jon, sekarang kita kedatangan tamu nih," kata Mbak Wi.
"Oh, Nia juga mau ke rumah kita sekarang ya mbak?" tanyaku.
"Iya soalnya kemarin ibunya Nia minta tolong jagain Nia sama Mbak Wi karena ortu Nia dua-duanya mau ke luar kota dan baru malam ini pulangnya." Jawab Mbak Wi.
"Asyiik jadi aku ada temen main doong " ajakku pada Nia.
Nia adalah seorang gadis yang cantik, kulitnya putih bersih, imut disertai dengan sikapnya yang manja yang selalu memeluk tangan Mbak Wi sepanjang perjalanan pulang. Nia memang benar-benar dekat dan percaya kepada Mbak Wi dan aku pun merasa kalau Mbak Wi menyayangi Nia.

Sesampainya di rumah aku segera mengajak Nia mengambil mobil-mobilan yang ada di kamarku kemudian mengajaknya bermain di ruang tengah sementara Mbak Wi berganti baju dan setelah itu pergi ke luar sebentar untuk membeli makan siang untuk kami semua. Hari itu memang menyenangkan, kami makan siang sambil bersenda gurau pokoknya benar-benar menyenangkan. Selepas makan siang Mbak Wi mengajak kami berdua ke kamarnya dan ia berkata padaku,
"Jon, kemarin Mbak Wi sudah menjanjikan hadiah padamu nah sekaranglah hadiahnya akan Mbak berikan, kamu harus bisa membahagiakan Nia seperti di film yang kamu tonton kemarin, kamu mengerti Jon?" Mbak Nia berkata padaku.
"Iya Mbak Wi," jawabku ragu-ragu.
"Nia, ayo sini sayang naik tempat tidur bersama mbakWi."
Kulihat Nia patuh sekali pada Mbak Wi dan kudengar Nia bertanya pada Mbak Wi,
"Kita mau main sayang-sayangan ya mbak?"
"Iya Nia cantik, seperti biasa." Mbak Wi menjawab.
"Eh Kak Jon diajak juga ya mbak?" Nia bertanya lagi.
"Iya Nia sayang, Kak Jon juga diajak karena Mbak Wi mau mengajarkan kepada Kak Jon tentang tubuh seorang gadis dan Nia sebagai contohnya, nggak apa-apa khan Nia manis?" Tanya Mbak Wi dengan lembut.
"Tapi nanti enak khan seperti yang waktu Mbak Wi sama Nia aja?"
"Ooh tentu dong Nia sayang, Mbak Wi tidak akan pernah membiarkan orang lain menyakitimu, Mbak Wi khan sayang sama Nia, sayaang sekali."

Kudengar Mbak Wi membujuk Nia dengan lembut.
"Iya Nia juga sayang sama Mbak Wi." Nia menjawab.
"Nah, Nia ayo sekarang buka pakaiannya ya cantik." Kata Mbak Wi.
Kulihat Nia menuruti kata-kata Mbak Wi dan sekarang Mbak Wi mulai membuka rok dan celana dalam putih Nia sehingga terlihat seluruh tubuh yang indah, dengan payudara yang baru tumbuh dan kemaluan gundulnya yang belum ditumbuhi sehelai rambut pun, kulit putih bersih tanpa cela itu terlihat jelas dihadapanku. Melihat hal itu aku sebagai lelaki normal tentu saja menjadi bernafsu hal itu juga diperkuat dengan ingatanku akan film indah yang kutonton bersama Mbak Wi kemarin.
"Jon!!" tiba-tiba suara Mbak Wi membuyarkan lamunan nafsuku.
"Eeh, iya Mbak Wi."
" Ayo kamu juga buka baju dan celanamu, masak cuman Nia aja yang telanjang, nggak adil doong?" Mbak Wi menghardikku.
"Iya nich ayo doong Kak Jon!" tiba-tiba Nia juga ikut menyahut dan hal itu benar-benar membuatku terkejut.

Aku pun tidak mau kalah dengan Nia dan segera membuka seluruh pakaian dan celana dan celana dalamku sehingga aku pun benar-benar telanjang bulat dan tentu saja burungku pun sudah mengacung dengan tegangnya.
"Iiih Kak Jon burungnya berdiri tuch!" Nia berteriak.
Mbak Wi, yang seperti biasa masih mengenakan pakaiannya dengan lengkap, pun tersenyum dan berkata ,
"Iya dong Nia, itu biasa kalo seorang laki-laki melihat perempuan telanjang pasti burungnya akan berdiri, apalagi Nia adalah gadis yang cantik waah semua laki-laki yang melihat Nia telanjang seperti ini pasti burungnya akan berdiri." Kata Mbak Wi.
"Nah Nia sayang, sekarang kita mulai pelajarannya ya, Nia ayo tiduran di sini" perintah Mbak Wi.
"Iya Mbak Wi" kata Nia.

Mbak Wi pun segera mengatur posisi tidurnya Nia dan ia menaruh bantal di bawah pinggang Nia sehingga bagian pinggulnya menjadi lebih tinggi daripada bagian kepala dan kakinya. Mbak Wi sendiri pun mengambil posisi berbaring di sisi kiri Nia dan ia mulai menciumi bibir Nia. Saat ia menciumi bibir Nia, ia memberi isyarat kepadaku untuk melihat dari dekat apa yang ia dan Nia lakukan dan kulihat sekilas bahwa lidah Mbak Wi sedang bermain-main dalam mulut Nia. Kemudian ciuman Mbak Wi mulai turun ke leher, dada beserta kedua puting susu Nia tak lepas dari jilatan dan hisapan Mbak Wi. Hal itu membuat Nia mendesah
"..aah..mbak Wi ..geli.."
Mbak Wi pun melanjutkan penjelajahan ciumannya ke bagian perut dan kulihat lidahnya bermain-main di bagian pusar Nia, kemudian ciumannya diarahkannya ke bagian paha dalam Nia. Aku melihat semuanya itu dari dekat merasa berdebar karena adegan ini persis seperti apa yang kulihat di film dan yang lebih hebat lagi mungkin aku akan benar-benar merasakannya sebentar lagi.

Sekarang kulihat Mbak Wi mulai mengarahkan mulutnya persis ke kemaluan Nia, mbak Wi menjilatinya dengan lembut aku dapat melihat lidahnya yang bermain-main di kemaluan Nia yang membuat paha Nia mengejang-ngejang..
" Aaah Mbak Wi..gelii..aah.."
Tak berapa lama Mbak Wi menghentikan permainannya dan berkata padaku,
"Jon, kamu sudah lihat khan bagaimana caranya membuat Nia bahagia?" Tanya Mbak Wi.
"Eh, ii..iya mbak" jawabku ragu.
"Sekarang nikmatilah hadiahmu, bahagiakan Nia!" seru Mbak Wi kepadaku.
Ia kemudian langsung mencium bibir Nia sementara aku sudah berada diantara kedua kaki Nia, tanpa pikir panjang segera aku arahkan mulutku menuju kemaluan Nia yang sudah basah, terbuka menantang dan ada biji kecil sebesar biji kacang hijau berwarna kemerahan seperti yang kulihat di film, dan lubang kemaluannya yang kecil tetapi kulihat juga mengeluarkan cairan, saat itu kupikir apakah cairan dari mulut Mbak Wi, atau emang Nia pipis disitu, aku tak tahu.

Perasaanku semakin berdebar ketika bibirku yang sudah semakin dekat dengan kemaluan Nia akan menyentuhnya, segala perasaanku berbaur menjadi satu karena aku merasa akan membuat Nia berbahagia dengan apa yang akan kulakukan, sama bahagianya seperti saat Mbak Wi menghisapi burungku waktu itu tetapi tiba-tiba aku mencium aroma yang sangat tidak menyenangkan dari kemaluan Nia. Kutarik kepalaku mundur dan aku melihat bahwa Mbak Wi masih berciuman dengan Nia, kucoba sekali lagi tetapi aroma itu masih saja ada menghadang, kutarik kembali kepalaku. Aku mencoba memanggil Mbak Wi tapi ia kelihatannya sedang benar-benar menikmati ciumannya bersama Nia. Kucoba sekali lagi untuk menjilati kemaluan Nia dan kali ini aku benar-benar tidak kuat lagi menghirup aroma kemaluan Nia. Mbak Wi akhirnya melihat ke arahku dan bertanya,
"Kenapa Jon, kok kamu belum menikmati hadiahmu sih?" Tanya Mbak Wi.
Dengan gugup aku menjawab
"Ehh..eeuh..anu Mbak Wi, itunya Nia bau aku nggak kuat menciumnya" jawabku jujur.

Mbak Wi tidak marah tetapi malah tersenyum dan berkata
"Kalau gitu sekarang kamu liat aja Mbak Wi yaa" kata Mbak Wi.
Sebelum mengubah posisinya ia berkata pada Nia
"Nia sayang, sekarang Mbak Wi akan membuat kamu merasa bahagia seperti waktu itu, mau khan sayang?" Tanya Mbak Wi.
"Iya, Nia mau Mbak Wi" jawab Nia.
Mbak Wi pun segera berubah posisi telungkup diantara selangkangan Nia sambil memerintahkan padaku untuk selalu berada di dekatnya dan memperhatikannya dengan serius. Aku menurutinya dan memperhatikan bagaimana Mbak Wi beraksi dengan sungguh-sungguh. Mbak Wi sudah dalam posisi menelungkup dan kepalanya berada dekat sekali dengan kemaluan Nia sementara tangan kanannya mempermainkan puting susu Nia yang sebelah kanan dan tangan kirinya mengelilingi paha Nia dari bawah sementara jarinya berada di belahan kemaluan Nia yang digunakannya untuk sedikit membuka belahan kemaluan indah tersebut.

Sebelum mulai menjilati kemaluan Nia, Ia mendekatkan hidungnya ke kemaluan Nia dan menghirupnya dalam-dalam. Terus terang aku sangat terkejut melihat hal itu karena aku saja tidak kuat dengan baunya tetapi Mbak Wi.., ditengah keterkejutanku tiba-tiba kudengar Mbak Wi berkata kepadaku
"Wah Jon, aneh sekali kamu tidak suka..ini khan bau nikmat" kata Mbak Wi seraya mengirupnya dalam-dalam sekali lagi.
Aku benar-benar merasa bodoh..entah kenapa, terlebih aku melihat Mbak Wi mulai menjulurkan lidahnya dengan lembut dari bibir kemaluan Nia sebelah kiri bawah, naik ke arah biji kacang ijo kemerahan tadi, berputar-putar dengan lembut di sekitar biji itu lalu turun melalui bibir kemaluan Nia yang sebelah kanan dan mulai menjilati lubang kemaluan Nia yang sedari tadi kulihat basah.
"Ahh..oohh..mbak Wi enak.." kulihat Nia mulai menggelinjang tak karuan, kurasa ia tak tahan menahan kenikmatan yang ditimbulkan oleh permainan lidah Mbak Wi, sama seperti aku kemarin.
"Srruup..srruup..srruup.."
Kudengar Mbak Wi menyedot-nyedot kemaluan Nia dengan semangat, tetapi kulihat masih dengan hati-hati.
"Ahh..mbak Wi..Nia mau pipis niih.."
kudengar Nia berteriak lagi dan kulihat kedua tangan Nia mencengkram rambut Mbak Wi dan kedua paha Nia mengepit erat kepala Mbak Wi sehingga seolah-olah tenggelam dalam kemaluan Nia, pinggul Nia pun terangkat-angkat..
"Aahh..mbak Wi..Nia pipis niih.."

Kulihat bagaimana muka Nia yang menyeringai kenikmatan dan bermandi keringat kulihat juga pinggul Nia yang terangkat-angkat mulai turun kembali sementara Mbak Wi tidak bergeming dari selangkangan Nia. Terlihat ia sangat menikmati juga dengan masih menenggelamkan kepalanya di selangkangan Nia.
"Srruup..srruup..srruup.."
Masih kudengar bunyi sedotan nikmat yang dilakukan Mbak Wi pada Nia tapi tak lama kemudian Mbak Wi mengangkat kepalanya dan kulihat disekitar bibir dan dagunya basah oleh cairan pipis milik Nia. Mbak Wi segera mengelap bibir dan dagunya di dada Nia sehingga dada tersebut menjadi basah oleh cairan tadi kemudian menjilati dada Nia yang basah tadi sampai bersih. Mbak Wi mengambil bantal yang berada di bawah pinggang Nia, menghanduki tubuh Nia yang basah oleh keringat lalu bertanya pada Nia
"Bagaimana Nia sayang, kamu senang?"
"Iya Mbak Wi, enak rasanya"
"Bagus deh kalo begitu, sekarang Nia capek khan, Nia boleh tidur di sini nanti pasti Mbak Wi temenin, jangan kuatir ya sayang"
"Iya Mbak Wi, Nia bobo dulu ya"
Lalu kulihat Mbak Wi mencium kening Nia dengan penuh kelembutan lalu menyelimutinya.

Mbak Wi kemudian mengambil pakaianku dan mengajakku ke ruang tengah. Setelah aku berpakaian ia menyuruhku untuk duduk dan ia bertanya kepadaku
"Jon sebenarnya apa yang terjadi tadi, mengapa kamu tidak melakukannya seperti yang kamu lihat di film, apa kamu belum mengerti?"
Mbak Wi bertanya dengan tenang sambil tersenyum, ia tidak marah besar kepadaku seperti yang kukira tetapi ia malah tersenyum sehingga membuat perasaanku yang kacau menjadi agak tenang.
"Mbak Wi, sebenarnya Jon ingin sekali merasakannya dan melakukannya seperti yang di film tapi ternyata Jon tidak kuat dengan bau kemaluannya Nia dan Jon juga sudah mencobanya beberapa kali tapi tetap tidak kuat" jawabku jujur.
Mbak Wi kemudian mengatakan bahwa harusnya aku bersyukur bisa mendapatkan gadis yang benar-benar masih murni dan belum tersentuh laki-laki lain dan mengenai bau itu, itu adalah sesuatu yang wajar dan alami, maka bau itu semaksimal mungkin harus dihilangkan walau yang pasti tidak mungkin hilang seratus persen karena hal itu sangat alamiah.
"Nah Jon, kamu mengerti khan sekarang?, kamu juga telah menolak hadiah dari Mbak Wi yang mungkin tidak akan pernah terjadi lagi dan Mbak Wi rasa suatu hari nanti kamu akan menyesal telah menolaknya"
Mbak Wi berkata sambil tersenyum manis padaku lalu ia meninggalkanku sendirian yang terbengong-bengong memikirkan perkataannya.

Satu hal yang pasti, semenjak saat itu sampai sekarang setiap teringat kejadian itu aku merasa menyesal dan tetap belum bisa membuktikan perkataannya apakah benar perempuan yang telah dewasa itu mampu menjaga kesehatan dan kebersihan kemaluannya dengan sempurna atau itu hanya karangan Mbak Wi saja, tapi saya sudah bertekad jika ada kesempatan lagi, maka saya tidak akan menyia-nyiakannya.

TAMAT

Kenikmatan jepitan susu Lidya

Lega rasanya aku melihat pagar rumah kosku setelah terjebak dalam kemacetan jalan dari kampusku. Kulirik jam tanganku yang menunjukkan pukul 21.05 yang berarti aku telah menghabiskan waktu satu jam terjebak dalam arus lalu-lintas Jakarta yang begitu mengerikan. Setelah memarkir mobilku, bergegas aku menuju ke kamarku dan kemudian langsung menghempaskan tubuh penatku ke ranjang tanpa sempat lagi menutup pintu kamar.

Baru saja mataku tertutup, tiba-tiba saja aku dikejutkan oleh ketukan pada pintu kamarku yang disertai dengan teriakan nyaring dari suara yang sudah sangat aku kenal.

"Ko, loe baru pulang yah?" gelegar suara Voni memaksa mataku untuk menatap asal suara itu.

"iya, memangnya ada apa sih teriak-teriak?" jawabku sewot sambil mengucek mataku.

"Ini gue mau kenalin sepupu gue yang baru tiba dari Bandung" jawabnya sambil tangan kirinya menarik tangan seorang cewek masuk ke kamarku.

Kuperhatikan cewek yang disebut Voni sebagai sepupunya itu, sambil tersenyum aku menyodorkan tangan kananku kearahnya "Hai, namaku Riko"

"Lydia" jawabnya singkat sambil tersenyum kepadaku.

Sambil membalas senyumannya yang manis itu, mataku mendapati sesosok tubuh setinggi kira-kira 165 cm, walaupun dengan perawakan sedikit montok namun kulitnya yang putih bersih seakan menutupi bagian tersebut.

"Riko ini teman baik gue yang sering gue ceritain ke kamu" celetuk Voni kepada Lydia.

"Oh.."

"Nah, sekarang kan loe berdua udah tau nama masing-masing, lain kali kalo ketemu kan bisa saling memanggil, gue mau mandi dulu yah, daag.." kata Voni sambil berjalan keluar dari kamarku.

Aku menanggapi perkataan Voni barusan dengan kembali tersenyum ke Lydia.

"Cantik juga sepupu Voni ini" pikirku dalam hati.

"Lydia ke Jakarta buat liburan yah?" tanyaku kepadanya.

"Iya, soalnya bosen di Bandung melulu" jawabnya.

"Loh, memangnya kamu nggak kuliah?"

"Nggak, sehabis SMA aku cuma bantu-bantu Papa aja, males sih kuliah."

"Rencananya berapa lama di Jakarta?"

"Yah.. sekitar 2 minggu deh"

"Riko aku ke kamar Voni dulu yah, mau mandi juga "

"Oke deh"

Sambil tersenyum lagi dia berjalan keluar dari kamarku. Aku memandang punggung Lydia yang berjalan pelan ke arah kamar Voni. Kutatap BH hitamnya yang terlihat jelas dari balik kaos putih ketat yang membaluti tubuhnya yang agak bongsor itu sambil membayangkan dadanya yang juga montok itu. Setelah menutup pintu kamarku, kembali kurebahkan tubuhku ke ranjang dan hanya dalam sekejab saja aku sudah terlelap.

"Ko, bangun dong"

Aku membuka kembali mataku dan mendapatkan Voni yang sedang duduk di tepi ranjangku sambil menggoyangkan lututku.

"Ada apa sih?" tanyaku dengan nada sewot setelah untuk kedua kalinya dibangunkan.

"Kok marah-marah sih, udah bagus gue bangunin. Liat udah jam berapa masih belom mandi!"

Aku menoleh ke arah jam dindingku sejenak.

"Jam 11, emang kenapa kalo gue belum mandi?"

"Kan loe janji mau ngetikin tugas gue kemaren"

"Aduh Voni.. kan bisa besok.."

"Nggak bisa, kan kumpulnya besok pagi-pagi"

Aku bergegas bangun dan mengambil peralatan mandiku tanpa menghiraukan ocehan yang terus keluar dari mulut Voni.

"Ya udah, gue mandi dulu, loe nyalain tuh komputer!"

*****

Tulisan di layar komputerku sepertinya mulai kabur di mataku.

"Gila, udah jam 1, tugas sialan ini belum selesai juga" gerutuku dalam hati.

"Tok.. Tok.. Tok.." bunyi pintu kamarku diketok dari luar.

"Masuk!" teriakku tanpa menoleh ke arah sumber suara.

Terdengar suara pintu yang dibuka dan kemudian ditutup lagi dengan keras sehingga membuatku akhirnya menoleh juga. Kaget juga waktu kudapati ternyata yang masuk adalah Lydia.

"Eh maaf, tutupnya terlalu keras" sambil tersenyum malu dia membuka percakapan.

"Loh, kok belum tidur?" dengan heran aku memandangnya lagi.

"Iya nih, nggak tau kenapa nggak bisa tidur"

"Voni mana?" tanyaku lagi.

"Dari tadi udah tidur kok"

"Gue dengar dari dia katanya elo lagi buatin tugasnya yah?"

"Iya nih, tapi belum selesai, sedikit lagi sih"

"Emang ngetikin apaan sih?" sambil bertanya dia mendekatiku dan berdiri tepat disamping kursiku.

Aku tak menjawabnya karena menyadari tubuhnya yang dekat sekali dengan mukaku dan posisiku yang duduk di kursi membuat kepalaku berada tepat di samping dadanya. Dengan menolehkan kepalaku sedikit ke kiri, aku dapat melihat lengannya yang mulus karena dia hanya memakai baju tidur model tanpa lengan. Sewaktu dia mengangkat tangannya untuk merapikan rambutnya, aku dapat melihat pula sedikit bagian dari BHnya yang sekarang berwarna krem muda.

"Busyet.. loe harum amat, pake parfum apa nih?"

"Bukan parfum, lotion gue kali"

"Lotion apaan, bikin terangsang nih" candaku.

"Body Shop White Musk, kok bikin terangsang sih?" tanyanya sambil tersenyum kecil.

"Iya nih beneran, terangsang gue nih jadinya"

"Masa sih? berarti sekarang udah terangsang dong"

Agak terkejut juga aku mendengar pertanyaan itu.

"Jangan-jangan dia lagi memancing gue nih.." pikirku dalam hati.

"Emangnya loe nggak takut kalo gue terangsang sama elo?" tanyaku iseng.

"Nggak, memangnya loe kalo terangsang sama gue juga berani ngapain?"

"Gue cium loe ntar" kataku memberanikan diri.

Tanpa kusangka dia melangkah dari sebelah kiri ke arah depanku sehingga berada di tengah-tengah kursi tempat aku duduk dengan meja komputerku.

"Beneran berani cium gue?" tanyanya dengan senyum nakal di bibirnya yang mungil.

"Wah kesempatan nih" pikirku lagi.

Aku bangkit berdiri dari dudukku sambil mendorong kursiku sedikit ke belakang sehingga kini aku berdiri persis di hadapannya.

Sambil mendekatkan mukaku ke wajahnya aku bertanya " Bener nih nggak marah kalo gue cium?"

Dia hanya tersenyum saja tanpa menjawab pertanyaanku.

Tanpa pikir panjang lagi aku segera mencium lembut bibirnya. Lydia memejamkan matanya ketika menerima ciumanku. Kumainkan ujung lidahku pelan kedalam mulutnya untuk mencari lidahnya yang segera bertaut dan saling memutar ketika bertemu. Sentuhan erotis yang kudapat membuat aku semakin bergairah dan langsung menghujani bibir lembut itu dengan lidahku.

Sambil terus menjajah bibirnya aku menuntun pelan Lydia ke ranjang. Dengan mata masih terpejam dia menurut ketika kubaringkan di ranjangku. Erangan halus yang didesahkan olehnya membuatku semakin bernafsu dan segera saja lidahku berpindah tempat ke bagian leher dan turun ke area dadanya.

Setelah menanggalkan bajunya, kedua tanganku yang kususupkan ke punggungnya sibuk mencari kaitan BH-nya dan segera saja kulepas begitu aku temukan. Dengan satu tarikan saja terlepaslah penutup dadanya dan dua bukit putih mulus dengan pentil pink yang kecil segera terpampang indah didepanku. Kuremas pelan dua susunya yang besar namun sayang tidak begitu kenyal sehingga terkesan sedikit lembek.

Puting susunya yang mungil tak luput dari serangan lidahku. Setiap aku jilati puting mungil tersebut, Lydia mendesah pelan dan itu membuatku semakin terangsang saja. Entah bagaimana kabar penisku yang sedari tadi telah tegak berdiri namun terjepit diantara celanaku dan selangkangannya.

Putingnya yang kecil memang sedikit menyusahkan buatku sewaktu menyedot bergantian dari toket kiri ke toket kanannya, namun desahan serta gerakan-gerakan tubuhnya yang menandakan dia juga terangsang membuatku tak tahan untuk segera bergerilya ke perutnya yang sedikit berlemak.

Namun ketika aku hendak melepas celananya, tiba-tiba saja dia menahan tanganku.

"Jangan Riko!"

"Kenapa?"

"Jangan terlalu jauh.."

"Wah, masa berhenti setengah-setengah, nanggung nih.."

"Pokoknya nggak boleh" setengah berteriak Lydia bangkit dan duduk di ranjang.

Kulihat dua susunya bergantung dengan anggunnya di hadapanku.

"Kasihan ama ini nih, udah berdiri dari tadi, masa disuruh bobo lagi?" tanyaku sambil menunjuk ke arah penisku yang membusung menonjol dari balik celana pendekku.

Tanpa kusangka lagi, tiba-tiba saja Lydia meloroti celanaku plus celana dalamku sekalian.

Aku hanya diam ketika dia melakukan hal itu, pikirku mungkin saja dia berubah pikiran.

Tetapi ternyata dia kemudian menggenggam penisku dan dengan pelan mengocok penisku naik turun dengan irama yang teratur.

Aku menyandarkan tubuhku pada dinding kamar dan masih dengan posisi jongkok dihadapanku Lydia tersenyum sambil terus mengocok batang penisku tetapi semakin lama semakin cepat.

Nafasku memburu kencang dan jantungku berdegub semakin tak beraturan dibuatnya, walaupun aku sangat sering masturbasi, tapi pengalaman dikocok oleh seorang cewek adalah yang pertama bagiku, apalagi ditambah pemandangan dua susu montok yang ikut bergoyang karena gerakan pemiliknya yang sedang menocok penisku bergantian dengan tangan kiri dan kanannya.

"Lyd.. mau keluar nih.." lirih kataku sambil memejamkan mata meresapi kenikmatan ini.

"Bentar, tahan dulu Ko.."jawabnya sambil melepaskan kocokannya.

"Loh kok dilepas?" tanyaku kaget.

Tanpa menjawab pertanyaanku, Lydia mendekatkan dadanya ke arah penisku dan tanpa sempat aku menebak maksudnya, dia menjepit penisku dengan dua susunya yang besar itu. Sensasi luar biasa aku dapatkan dari penisku yang dijepit oleh dua gunung kembar itu membuatku terkesiap menahan napas. Sebelum aku sempat bertindak apa-apa, dia kembali mengocok penisku yang terjepit diantara dua susunya yang kini ditahan dengan menggunakan kedua tangannya.

Kali ini seluruh urat-urat dan sendi-sendi di sekujur tubuhku pun turut merasakan kenikmatan yang lebih besar daripada kocokan dengan tangannya tadi.

"Enak nggak Ko?" tanyanya lirih kepadaku sambil menatap mataku.

"Gila.. enak banget Sayang.. terus kocok yang kencang.."

Tanganku yang masih bebas kugerakkan kearah pahanya yang mulus. Sesekali memutar arah ke bagian belakang untuk merasakan pantatnya yang lembut.

"Ahh.. ohh.." desahnya pelan sambil kembali memejamkan matanya.

Kocokan serta jepitan susunya yang semakin keras semakin membuatku lupa daratan.

"Lyd.. aku keluar.."

Tanpa bisa kutahan lagi semprotan lahar panasku yang kental segera menyembur keluar dan membasahi lehernya dan sebagian area dadanya. Seluruh tubuhku lemas seketika dan hanya bisa bersandar di dinding kamar. Aku memandang nanar ke Lydia yang saat itu bangkit berdiri dan mencari tissue untuk membersihkan bekas spermaku. Ketika menemukan apa yang dicari, sambil tersenyum lagi dia bertanya

"Kamu seneng nggak"

Aku mengangguk sambil membalas senyumannya.

"Jangan bilang siapa-siapa yah, apalagi sama Voni" katanya memperingatkanku sambil memakai kembali BH dan bajunya yang tadi kulempar entah kemana.

"Iyalah.. masa gue bilang-bilang, nanti kamu nggak mau lagi ngocokin gue"

Lydia kembali hanya tersenyum padaku dan setelah menyisir rambut panjangnya dia pun beranjak menuju pintu.

"Gue bersih-bersih dulu yah, abis itu mau bobo" ujarnya sebelum membuka pintu.

"Thanks yah Lyd.. besok kesini lagi yah" balasku sambil menatap pintu yang kemudian ditutup kembali oleh Lydia.

Aku memejamkan mata sejenak untuk mengingat kejadian yang barusan berlalu, mimpi apa aku semalam bisa mendapat keberuntungan seperti ini. Tak sabar aku menunggu besok tiba, siapa tahu ternyata bisa mendapatkan lebih dari ini. Mungkin saja suatu saat aku bisa merasakan kenikmatan dari lubang surga Lydia, yang pasti aku harus ingat untuk menyediakan kondom di kamarku dulu.

TAMAT

Celah Onaniku

Waktu itu aku telah duduk di bangku SMP kelas dua dan berusia 14 tahun lebih. Aku memang telah menjadi seorang anak lelaki yang sangat tergila-gila dengan segala bentuk kegiatan yang ada hubungannya dengan sex bahkan aku bisa membuat sesuatu mengarah ke sekitar masalah sex.

Misalnya aku melihat suatu benda pasti aku langsung memikirkan bahwa seandainya benda itu dibuat begini atau begitu pasti bisa mengasyikan. Semenjak aku telah merasakan dan mengetahui bahwa perbuatan sex itu memang asyik dan nikmat aku terus memburu dan mencarinya.

Sebelum Ana dan Tari pindah dari lorongku aku sering melakukan pada mereka berdua. Dimana saja dan kapan saja yang penting aku mendapatkan waktu cocok pasti aku melakukannya, baik itu bersama Tari ataupun bersama Ana. (baca: "Sex Perdanaku 1 dan 2"). Tetapi mereka telah pindah bersama keluarganya masing-masing setamat dari Sekolah Dasar tetapi lokasi pindah mereka masih disekitar kotaku juga. Jaraknya kira-kira 15 kilometer dari tempat tinggalku.

Terpaksa aku harus mengatasi gejolak sexku dengan caraku sendiri, kadang aku masturbasi alias onani sambil menghayalkan kenikmatan yang aku dapatkan dari Ana dan Tari walaupun cara itu kurang nikmat aku rasakan dibanding bermain langsung dengan mereka ataupun orang lain. Ibarat orang bermain tinju kalau tidak ada lawannya kurang enak rasanya. Tetapi lama kelamaan aku bisa menikmatinya dengan penuh.

Hingga suatu saat aku mendapat kesempatan dimana kedua orang tuaku dan Kakak sepupuku bahkan tanteku kujadikan media untuk masturbasiku dan inilah yang aku akan tuturkan pada kisahku kali ini.

*****

Kejadian itu berawal pada suatu malam ketika aku terbangun karena merasakan ingin buang air kecil. Akupun bangun untuk kekamar mandi. Karena sudah terbangun aku jadi sulit untuk memejamkan mataku kembali yang memang sudah menjadi kebiasaanku apalagi jam di dinding kamarku waktu itu telah menunjukkan pukul 01.57 dini hari.

Sambil terus berusaha memejamkan mata agar dapat tidur kembali pikiranku mulai menerawang kemana-mana sambil memandang langit-langit kamar.Tetapi usaha itu kurang berhasil ditambah lagi pikiranku sudah mulai menghayalkan perbuatan-perbuatan sex yang pernah aku dapatkan dari Ana ataupun Tari.

"Sst.. ah.. ahh..", aku mulai berdesis sambil mengelus-elus penisku yang mulai ereksi.

Tetapi perbuatanku itu aku lakukan secara perlahan karena takut kedua adikku terbangun yang memang sekamar denganku. Kamarku itu memang kami tempati bertiga, aku berada seranjang dengan adikku yang nomor tiga namanya Sony tetapi dia berada dibawahku karena kami berdua mengenakan ranjang bertingkat dua sedangkan satu ranjang lagi berada kira-kira satu meter disamping ranjang kami yang ditempati oleh adikku yang nomor dua bernama Rony, Umur mereka juga hanya beda-beda setahun dari umurku. Sambil terus berkhayal aku terus mengelus kepala penisku yang sudah mulai licin oleh air bening yang keluar dari senjataku itu.

"Ouh.. ah.. ah..", desisku pelan.

Namun terdengar seperti ada desahan lain selain desahanku sendiri yang kadang-kadang desahan itu tiba-tiba menghilang.

"Oh.. ya.. yes..", terdengar desahan-desahan itu secara samar-samar.

Akupun memasang telingaku untuk memastikan bahwa suara itu bukan suaraku, akupun diam sejenak dan ternyata benar kini aku tidak bersuara tetapi desahan itu tetap terdengar. Lalu aku bangun dan duduk untuk mencari dari mana asal suara itu. Sambil memasang kembali telingaku dengan sangat cermat. Kupandang setiap sudut ruangan kamarku dan pandanganku berhenti dipintu plafon kamarku dan sepertinya suara itu berasal dari situ.

Di kamarku memang ada semacam pintu untuk naik dan turun bila kita ingin naik ke atas plafon. Tempat tidurku memang berada dekat sekali dari pintu plafon itu karena ranjangku berada ditingkat yang kedua. Maka dengan mudah sekali aku membuka pintu plafon itu namun tetap dengan sangat perlahan karena takut menimbulkan suara yang dapat membangunkan kedua adikku.

"Yeah.. oh.. oh.. fuck me.. yes..", suara itu semakin terdengar jelas ketika aku membuka pintu plafon dan suara itu sepertinya suara yang keluar dari sebuah TV.

Dugaanku langsung mengatakan bahwa suara itu berasal dari kamar Papa dan Mamaku sebab hanya di kamar itu yang mempunyai televisi selain televisi yang ada diruang tengah rumahku. Karena didorong rasa ingin tahu apa yang sedang ditonton oleh kedua orang tuaku, akhirnya aku nekad naik keatas plafon itu. Walaupun sebenarnya aku sudah tahu bahwa mereka sedang memutar Film Blue atau BF, itu bisa aku pastikan dengan suara-suara desahan yang keluar dari televisi didalam kamar mereka.

Ketika aku sudah berada diatas aku belum bisa langsung menuju ke atas plafon kamar Papa dan Mamaku sebab mataku harus beradaptasi dari terang ke gelap. Setelah aku sudah dapat melihat akupun merangkak menuju kearah kamar kedua orang tuaku dengan sangat hati-hati sekali agar tidak menimbulkan suara sedikitpun apalagi suara yang bisa membangunkan seisi rumah.

"Fuck me.. oh.. yes.. yes..", suara dari televisi itu semakin terdengar jelas, rupanya aku telah berada di atas kamar kedua orang tuaku.

"Jangan sekarang dong Mam.. habiskan dulu filmnya", terdengar suara Papaku dengan sedikit berbisik, namun karena aku memang kini berada tepat diatas kamar mereka maka walaupun Mamaku berbisik aku bisa mendengarnya dengan jelas bahkan suara napas mereka yang memburu kadang terdengar di telingaku dari atas plafon itu.

"Sst.. oh.., ayolah Pap..", kini suara Mamaku yang terdengar olehku dengan nada manja dan setengah merengek seperti memohon sesuatu dari Papaku.

"Sudah banjir ya Mam.., rasanya jari Papa basah semua nih..", seru Papaku.

"He.. eh.. oh.. sst..", hanya itu yang terdengar dari mulut Mamaku menjawab pertanyaan Papaku tadi.

Birahiku mulai bangkit menghayal dan membayangkan apa yang dimaksud dari pembicaraan Papa dan Mamaku ditambah lagi desahan-deshan kecil yang keluar dari mulut Mamaku bercampur dengan desahan-desahan yang keluar dari film yang mereka tonton. Kontolku sudah tegang tidak bisa ditahan lagi oleh celana karet yang aku pakai sehingga celana itu membentuk bukit kecil oleh desakan kontolku dari dalam.

Karena merasa kurang puas dengan mengahayalkan saja, aku nekad membuat celah kecil diatas plafon itu agar bisa melihat ke dalam kamar Papa dan Mamaku. Dengan berbagai upaya dan sangat hati-hati sekali akhirnya aku berhasil, sayang sekali celah itu hanya terfokus pada satu arah saja. Kebetulan yang terlihat hanya layar televisi dan ujung tempat tidur Papa dan Mamaku sehingga kedua ujung kaki mereka dapat kulihat juga mulai dari betis kebawah.

Akupun ikut melihat adegan-adegan dari film itu melalui celah yang kubuat sambil sekali-sekali melihat juga kaki Papa dan Mamaku yang saling tumpang tindih. Napasku semakin tidak beraturan ikut menyaksikan adegan-adegan di layar televisi itu ditambah lagi desahan-desahan dari dalam kamar itu, baik itu yang berasal dari mulut kedua orang tuaku maupun dari pemeran film yang sedang kami tonton.

Kontolku semakin tegang, akhirnya tanganku satu megeluarkan kontolku dari dalam celana, sementara yang satunya tetap menjaga celah itu tetap terbuka agar aku tetap bisa melihat kejadian dibawah sana. Kuelus-elus kontolku itu dengan perlahan merasakan kenikmatannya sambil terus menyaksikan dan mendengarkan adegan-adegan dari dalam kamar Papa dan Mamaku itu.

"Sst.. ohh.. ah..", desisku pelan sambil memejamkan mataku membayangkan seandainya aku juga sedang berada didalam kamar itu menyaksikan Papa dan Mamaku sedang bersetubuh.

"Ouh.. ah.., sedot Pap.., ya.. begitu, sst..", tiba-tiba suara Mamaku terdengar dengan nada menggairahkan sekali.

Akupun segera coba melihat apa yang mereka lakukan namun hanya setengah dari punggung Papaku saja yang dapat aku lihat dengan posisi setengah membungkuk.Dengan sedikit berfantasi aku sudah dapat menerka Papaku sedang menghisap payudara Mamaku.

"Oh.. ahh.., lidahmu putar disitu Pap, ya.. oh.. terus.. ah.. enaknya", terdengar lagi desahan nikmat dari mulut Mamaku sambil aku terus berfantasi gerakan apa yang mereka lakukan karena aku tidak bisa melihat mereka berdua secara langsung dan utuh.

Kocokan pada penisku yang tadi pelan kini bertambah cepat mendengarkan desahan-desahan itu. Kini aku sudah tidak perduli lagi dengan lubang kecil itu untuk dapat melihat kebawah sana karena yang berperan sekarang adalah fantasiku dan desahan-desahan Mamaku yang semakin sering terdengar mengalahkan suara dari televisi dikamar mereka bahkan perkiraanku mereka sudah tidak nonton lagi tetapi sudah sibuk untuk mempraktekkan juga apa yang mereka nonton.

Tak lama kemudian suara televisi terdengar seperti dipelankan, segera aku buka sedikit celah didepanku untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi di bawah. Ternyata Mamaku yang hanya bercelana dalam sedang mengecilkan suara televisi itu. Kerongkonganku langsung kering ketika kulihat tubuh Mamaku yang putih dengan payudara membusung indah serta putingnya yang mekar akibat permainan mulut Papaku.Tanganku seketika itu berhenti mengocok kontolku namun aku justru meremas kuat batang kontolku sambil menelan ludahku beberapa kali untuk membasahi kerongkonganku yang kering itu.

Setelah mengecilkan suara televisi aku melihat Mamaku kembali naik keatas ranjangnya namun berhenti di antara kedua kaki Papaku. Kini hanya punggung Mamaku yang dapat aku lihat dengan posisi setengah membungkuk dan payudaranya sedikit menggantung dan berayun-ayun kecil bila terlihat dari samping.

"Ah.. oh.. uh..", tiba-tiba Papaku mendesis nikmat.

"Enak ya Pap?", suara Mamaku dengan nada bertanya kepada Papaku.

"Enak.. oh.. Mam", jawab Papaku.

"Ya.. oh.. sedot Mam, oh.. begitu..ah.."

Akupun melepaskan kembali pegangan untuk membuka celah itu dan tidak memperdulikannya.Karena kini aku kembali pada fantasiku untuk membayangkan posisi yang dilakukan oleh Papa dan Mamaku sambil tanganku megelus lembut kontolku dari kepala sampai pangkalnya yang sudah licin oleh air kenikmatanku yang berwarna bening.

"Berhenti Mam, bisa-bisa aku keluar sekarang", terdengar kembali suara Papaku.

"Masukkin sekarang ya Pap..?", kini suara Mamaku yang terdengar.

Karena ingin tahu lagi apa yang mereka akan lakukan akupun membuka celah itu kembali dengan tanganku yang satu sementara tanganku yang satunya tetap megelus pelan kontolku yang sudah licin. Akupun melihat ujung kaki Papaku sudah berada ditengah-tengah kaki Mamaku yang terbuka lebar.

"Agh.. oh.. sstt.., enak Mam", terdengar suara Papaku.

"Enak Pap, oh.. goyang Pap, ah..", kini suara Mamaku yang terdengar, begitu terus suara mereka saling bersahut sahutan sambil terus bekerja keras mendapatkan puncak kenikmatan.

Aku yang mendengar desahan-desahan mereka berdua semakin mengaktifkan tanganku yang tadinya hanya mengelus-elus kontolku kini mengocoknya dengan penuh perasaan sambil terus berfantasi tentang gerakan-gerakan yang dilakukan oleh Papa dan Mamaku.

"Punyamu licin sekali Mam, oh.. oh..", terdengar suara Papaku dengan sangat bergairah.

"Putar dong Pap, ayo.. oh.. ah..", terdengar suara Mamaku.

"Angkat sedikit dong Mam, sst.. aku mau putar nich.. oh..", terus terdengar suara mereka saling memberikan semangat untuk mencapai kemenangan.

Merasakan aktivitas sex mereka semakin meningkat seiring itu pula kontolku kukocok dengan penuh gairah.

"Ah.. ah.. oh", akupun mendesis pelan menikmati permainan soloku.

"Auh.. ya..", aku terus mendesis membangkitkan sendiri gairahku agar air sperma yang terasa sudah terkumpul di batang kemaluanku dapat aku keluarkan.

"Ya.. tekan Pap, Mama sudah terasa nih.. oh.. ahh", seiring dengan erangan keras yang keluar dari mulut Mamaku akupun mencapai puncak kenikmatanku.

"Crot.. crot.. crot..", air kenikmatanku melompat-lompat keluar sampai lima kali dan berhamburan di atas plafon itu.

"Ah.. oh.. nikmat.. Mam..", tanpa kusadari aku mengeluarkan kata-kata itu karena memang dari tadi aku juga sedang berfantasi ikut bermain dengan Mamaku.

Sambil duduk untuk memulihkan kembali stamina yang sudah terkuras setelah mendapatkan kenikmatanku sendiri aku terus mendengarkan suara dari dalam kamar Papa dan Mamaku. Dan tak lama kemudian aku mendengarkan suara Papaku yang mengerang-ngerang.

"Oh.. ya.. sedikit lagi Mam"

"Aduhh.. ah.. ya.. ya.. ya.. ohh..", terdengar suara Papaku bercampur dengan nafasnya yang naik turun seperti orang habis mengangkat beban berat.

Setelah beberapa waktu tidak terdengar suara apa-apa, pintu kamar mandi Papa dan Mamaku terdengar dibuka yang disusul kemudian suara gemericik air, akupun bergerak dengan sedikit rasa kelelahan untuk kembali turun dari atas plafon itu ketempat tidurku. Mungkin karena sudah letih setelah bermain solo diatas plafon tadi akupun langsung tertidur ketika kepalaku bersandar dibantal tempat tidurku dengan perasaan kepuasaan yang teramat sangat.

Keesokan harinya sepulang dari sekolah, aku yang sengaja tidak keluar bermain memanfaatkan situasi sepi siang itu. Sony dan Rony sedang bermain di rumah tetangga sementara kedua orang tuaku belum pulang dari bekerja dikantornya. Akupun naik kembali keatas plafon untuk melaksanakan rancangan yang aku buat tadi di sekolah yaitu membuat celah yang bisa melihat keseluruh sudut ruangan didalam kamar Papa dan Mamaku sehingga apabila Papa dan Mamaku sedang bermesraan aku dapat menyaksikan adegan-adegan mereka dengan bebas dan aman.

Setelah bekerja kurang lebih setengah jam diatas plafon itu akhirnya aku berhasil membuat rancanganku itu. Kini seluruh sudut didalam kamar itu dapat aku pantau dari atas plafon itu dan aku merencanakan menguji coba celah itu sebentar malam.

Setelah aku merasa telah siap dan aman semuanya aku beranjak hendak turun dari plafon itu takut keburu saudara-saudaraku pulang dari bermain dan orang tuaku yang juga sebentar lagi pulang dari kantor mereka masing-masing.

"Na.. na.. na..", terdengar suara seorang wanita sedang bernyanyi kecil ketika posisiku telah berada didekat pintu plafon kamarku.

Aku langsung mencari asal suara itu. Tak lama kemudian suara guyuran air seperti orang sedang mandi ikut terdengar diantara suara kecil wanita yang sedang menyanyi itu. Aku mulai berpikir-pikir dan akhirnya aku temukan jawabannya bahwa suara itu adalah suara kakak sepupuku yang bernama Erna.

Rumah kami memang bersebelahan hanya dibatasi oleh sebuah tembok pemisah sepanjang badan rumah kami.Namun kamar mandinya persis menempel di badan belakang rumahku sehingga ujung atap rumahku terpotong sedikit agar bisa bersambung dengan atap kamar mandi mereka.

Rasa takut yang tadi ada kini dibunuh oleh perasaan penasaran yang timbul ingin menyaksikan kakak sepupuku itu sedang mandi.

Tanpa membuang waktu aku segera merangkak mendekati kamar mandi itu. Dan kini aku telah sampai diatas kamar mandi itu yang kebetulan sekali situasi disitu sangat menunjang dan aman untuk menyaksikan tubuh indah dan mulus milik kakak sepupuku itu. Tidak seperti di atas kamar orang tuaku harus dirancang khusus.

Kini pandanganku sedang menatap dengan penuh gairah kearah tubuh Kak Erna yang sedang memakaikan sabun keseluruh tubuhnya. Fantasiku mulai ikut berperan saat itu, seandainya aku yang menyabuni tubuh mulus milik kakak sepupuku itu oh.. betapa nikmatnya. Tangan indahnya kini sedang mengusap-usap lembut kedua payudaranya yang sebesar bola kaki dan sekali-sekali memutar kecil kedua puting susunya yang sedang mekar karena terkena guyuran air yang dingin.

"Oh.. ah.. ah..", aku mulai mendesah merasakan gairahku mulai bangkit.

Penisku juga aku rasakan mulai meronta-ronta di dalam celanaku. Setelah selesai mengusap-usap kedua payudaranya kini tanganya turun mengusap-usap sekitar tempat yang paling diingini oleh semua lelaki. Dengan lembut tangannya meggosok-gosok bulu yang berada disekitar vaginanya itu.

"Ah.. oh.. sst..", aku terus mendesis sambil mengocok penisku yang kini telah aku keluarkan dari dalam celanaku.

Semakin lama kocokanku semakin kencang, terasa air kenikmatanku mulai saling mendesak ingin melepaskan diri dari dalam batang kemaluanku. Pandanganku juga terus mengarah ke tubuh Kak Erna sambil terus berfantasi, kini aku melihat Kak Erna jongkok dan tangannya mengusap masuk kedalam lubang vaginanya.

"Ya.. oh.. sedikit lagi Kak Er.. ya.. oh..", sambil berfantasi Kak Erna sedang bersetubuh bersamaku dengan gaya ia berada diatas atau joki style.

"Ah.. oh.. ya.. ya.. ayo..", seruku sambil kocokkan pada kontolku semakin cepat.

Air spermaku rasanya sudah berada diujung lubang penisku seiring dengan perasaan panas dingin yang mulai aku rasakan pada tubuhku.

"Crot.. crot.. crot..", berhamburanlah air kenikmatanku melompat keluar dari lubang kontolku dan berhamburan di atas plafon itu.

"Ah.. oh.. enak Kak Er, sst.. ahh", seruku sambil melambatkan kocokkan pada kontolku yang semakin lemah ereksinya setelah aku mendapatkan kenikmatanku.

Aku lihat ke bawah Kak Erna sudah memakai handuk dan hendak keluar dari kamar mandi itu. Akupun bergegas turun dari atas plafon itu, untung saja kedua adikku belum pulang dari bermain sehingga aku dapat turun dengan aman. Setelah aku berada diatas tempat tidurku aku mulai berpikir ternyata ada orang lain yang bisa menjadi media masturbasiku selain Papa dan Mamaku.

Sejak itu aku semakin rutin naik keatas plafon untuk melampiaskan birahiku terlebih malam hari untuk menyaksikan Papa dan Mamaku menjadi tontonan pornoku secara langsung. Bahkan tanteku yang sedang mandi juga pernah kujadikan media masturbasiku.

*****

Gadis melayu yang seksi

Nama saya Azura. Saya seorang gadis berumur 20 tahun. Saya bekerja di sebuah "cyber cafe" di sekitar Ipoh. Saya mempunyai kesukaan yang jarang disukai oleh gadis-gadis di Malaysia. Saya suka tubuh badan saya diperhatikan orang. Terutamanya bagian dada saya. Tapi bukan dalam keadaan bugil. Saya berkulit putih dan berambut lurus paras bahu. Tinggi saya 5 kaki lebih dan berat 45 kg. Potongan badan saya pula ialah 36/25/32. Tapi ini adalah sekarang, dulu tubuh saya tidak begini.

Semasa saya masuk ke sekolah menengah, badan saya sungguh kurus. Macam dahan pohon. Saya senantiasa merasa cemburu melihat kawan-kawan saya yang mempunyai potongan badan yang menarik. Saya memiliki keinginan untuk memiliki tubuh yang indah tetap ada. Namun lama-kelamaan pertumbuhan badan saya mulai berkembang. Saya merasa sungguh gembira dengan perubahan diri saya. Tapi tak ada dari kawan-kawan saya yang menyadarinya karena setiap kali ke sekolah saya memakai baju kurung yang menutup bagian dada saya yang berukuran 36B. Pada suatu hari, saya telah tidur di rumah kawan saya yaitu Liza. Dan keesokkan harinya kawan saya mengajak saya keluar berjalan-jalan di kota. Saya setuju saja. Saya hanya t-shirt serta jeans manakala kawan saya memakai baju "bodyshape" warna hitam serta jeans biru (Liza tidak memakai tudung). Baju tersebut menampakkan bentuk tubuh kawan saya walaupun bajunya tidak ketat. Dan bila kami berjalan di kota, saya lihat banyak mata lelaki yang tertumpu pada kawan saya. Saya lihat kawan saya tersenyum bangga.

Kebetulan saya mempunyai uang di dalam dompet saya. Lantas saya mengajak kawan saya untuk membeli baju bodyshape untuk saya. Saya beli dua. Warna hitam dan biru. Sekembalinya saya ke rumah saya, saya terus mencoba kedua-dua baju tersebut. Gembira hati saya. Walaupun baju tersebut tidak terlalu ketat, namun hal itu tetap terlihat tonjolan di bagian dada saya. Dan pada hari Sabtu yang berikutnya, saya berencana hendak ke kota dengan memakai baju bodyshape tersebut. Saya pun memakai baju tersebut. Sewaktu tiba di rumah Liza, dia berkata bahwa saya tampak kolot. Bila saya menatap diri saya di cermin, saya tahu kini bagian dada saya tersembul. Dan kami pun ke kota. Kini ramai lelaki yang bertumpu kepada saya pula. Kebanyakan dari mereka memperhatikan dada saya. Saya mula merasa bangga.

Setelah akhir tingkat 5, saya dan Liza bekerja di sebuah cyber cafe kepunyaan kakaknya Liza. Tapi kakak Liza yang mengendalikan cyber cafe tersebut. Saya lihat setiap kali apabila kakak Liza tiba di cyber cafe tersebut, pakaiannya sungguh seksi. Dia sentiasa memakai skirt pendek dan bajunya terbelah di dada. Walaupun ukuran buah dadanya kecil dibanding adiknya, namun disebabkan besar kolar bajunya, alur dadanya tetap tampak. Satu hari ketika saya, Liza dan kakaknya sedang berbincang, kakak Liza menyarankan Liza datang kerja besok berpakaian seksi seperti saya. Alasannya supaya dapat menarik lebih ramai pelanggan. Bagi Liza itu bukan satu masalah. Cuma bagi saya dianya satu masalah. Saya menyatakan yang saya tidak dapat berbuat demikian karena image saya. Liza menyatakan bahwa saya mempunyai ukuran dan bentuk buah dada yang sungguh cantik, tetapi sayangnya saya hanya diperlihatkan di balik baju saya. Akhirnya saya setuju dengan permintaan mereka. Lantas kakak Liza menyerahkan kepada saya 2 helai baju bodyshape yang baru.

Keesokkan paginya saya bersiap untuk ke cyber cafe dengan baju yang diberi oleh kakak Liza. Tersenyum saya sendirian di depan cermin apabila melihatkan baju tersebut begitu ketat menyebabkan dada saya begitu menonjol. Dan disebabkan potongan lehernya yang begitu terbuka, maka terlihat alur buah dada saya yang terbentuk indah akibat keketatan baju tersebut. Tapi saya tahu ibu akan mengamuk jika melihat saya berpakaian begini. Jadi saya biarkan saja ujungnya menutup dada saya. Sebaik saja saya sampai di cyber cafe, saya pun melilitkan rambut saya ke belakang. Dan saya bekerja seperti biasa. Kini satu keseronokkan baru yang saya alami. Cyber cafe tersebut bertambah pelanggannya. Kebanyakkannya ialah lelaki. Saya dapati mereka lebih seronok memperhatikan saya daripada surfing internet. Ada juga yang sengaja datang ke counter tempat saya duduk dan berpura-pura mencari-cari CD-ROM. Tapi saya tahu mata mereka lebih cenderung memperhatikan dada saya.

Pada suatu ketika saya dengan sengaja menjatuhkan pen saya ke lantai. Tujuannya ialah, apabila saya tunduk untuk mengambil pen tersebut, lelaki yang memperhatikan saya akan dapat menikmati keindahan alur buah dada saya yang lebih terbelah daripada saat ketika saya duduk atau berdiri. Liza menyatakan saya kini adalah aset berharga pada cyber cafe kakaknya. Dan jika ada lelaki yang mempunyai masalah dengan komputernya, saya akan pergi kepada lelaki tersebut yang semestinya sedang duduk di depan komputer. Saya akan berdiri menghadapnya, kemudian apabila lelaki tersebut menyatakan masalah komputernya, saya akan tunduk untuk mendengar. Sudah pasti lelaki tersebut dapat menatap alur buah dada saya secara dekat. Dan sepanjang waktu saya membetulkan masalah komputer lelaki itu, saya akan melakukannya dalam keadaan tunduk dan saya arahkan dada saya ke arah lelaki tersebut manakala punggung saya, saya arahkan kepada orang di sebelah. Ketika ini juga saya sudah mulai gemar memakai baju luaran yang ketat.

Bila dapat uang gaji, saya belikan beberapa helai lagi baju "bodyshape" yang baru. Kali ini lebih ketat dan bagian dadanya lebih luas. Saya juga mula menyukai push-up bra. Walaupun buah dada saya memang besar, tapi saya suka memakai push-up bra ini karena mampu membuat buah dada saya tampak lebih menonjol. Dan seperti biasa saya dan Liza keluar ke kota. Saya memakai luaran "slack" yang sendat serta baju "bodyshape" warna putih yang sungguh ketat dan jarang sehingga menampakkan push-up bra yang saya pakai di dalam. Bila sampai di rumah Liza baru saya melilitnya ke belakang. Di kota saya menjadi tumpuan ramai lelaki. Kesemuanya terbelalak biji matanya melihat saya, terutamanya bagian dada saya. Mana potongan kerah baju saya begitu terbuka, sehingga memperlihatkan setengah dari buah dada saya. Ditambah pula dengan kepadatannya akibat kesan dari pemakaian push-up bra. Ketika ini saya dengan sengaja jalan dengan seksinya. Dimana ada lelaki, di situlah saya akan berbuat begitu. Kalau saya berjalan di dalam mall, saya akan berpura-pura merasa kedinginan dengan memeluk tubuh saya sendiri. Ini membuat buah dada saya seperti hendak keluar dari bra yang saya pakai. Dan membuat mata kebanyakkan lelaki tak berkedip. Tapi ada juga yang komentar saya pakai tutup rambut seperti gadis yang sopan tapi pakai luar ketat dan baju yang memperlihatkan dada. Ini model barukah? Saya tak tahu. Malas dipikirkan, yang penting saya puas.

Saya suka sekali setiap pergerakan saya diperhatikan. Tambah-tambah lagi apa yang diperhatikan itu adalah dada saya. Saya pernah tinggal dengan Liza di rumah sendirian. Saya boleh pakai baju yang seksi tanpa perlu takut dengan ibu saya. Baju kebaya untuk hari raya saya pun memperlihatkan dada saya. Itu sudah jadi tabiat saya dan juga "trademark" saya. Sekarang saya masih dengan image saya dan masih bekerja di cyber cafe kakaknya Liza. Liza kini sudah pakai tudung. Sebab dia sudah menikah dan suaminya tak suka dia pakai seksi. Begitu juga dengan kakak Liza yang kini asyik berbaju kurung. Katanya sesuai dengan usianya. Saya juga kini bukan hanya memperlihatkan dada bahkan paha pun saya perlihatkan. Sekarang ini saya suka pakai kain "labuh" yang terbelah di sisi. Saya dengan sengaja membuka bagian yang terbelah hingga hampir menampakan seluar dalam saya ketika saya duduk. Tapi saya silangkan kaki supaya orang tidak bisa melihat celah selangkangan saya. Kalau saya pakai baju kurung pun saya tetap mau kelihatan seksi. Saya akan pakai push-up bra saya. Dan di cyber cafe pula saya akan menyingkapkan kain baju kurung saya hingga menampakkan paha saya ketika saya duduk. Walaupun saya tak dapat menampakkan dada saya, tapi saya puas hati dapat menampakkan paha saya.

Saya juga selalu ke Kompleks Sukan di Ipoh untuk berenang. Saya pakai swimsuit warna merah seperti di film "Baywatch". Bagian dada sudah mestilah terlihat setengah dari buah dada saya. Selesai saya berenang, saya akan berjalan-jalan dulu di sekitar kawasan kolam renang tersebut. Saya senang melihat reaksi lelaki yang tergiur melihat saya berpakaian renang dan dalam keadaan basah. Sebab ketika basah beginilah puting buah dada saya kelihatan menonjol. Dan ketembaman di celah selangkangan saya juga turut menjadi perhatian. Dan setiap kali saya membasuh badan saya dengan handuk, saya sengaja melakukannya dengan gerak perlahan terutamanya pada buah dada saya dan celah selangkangan saya. Sampai hari ini, saya tak pernah kena sentuh. Tak ada siapa pun yang pernah mengajak saya melakukan seks atau apa-apa saja yang senonoh. Kebanyakan dari mereka hanya memuji kecantikkan buah dada saya. Buah dada saya yang padat, montok, menggoda, itulah, inilah. Tapi tidak ada satu pun yang menyentuh. Tapi yang menjadikan saya diajak orang untuk bercinta tidak ada. Tapi entahlah. Hati saya belum terbuka untuk bercinta. Dan kini tinggallah saya seorang di rumah sendirian dan bekerja di cyber cafe kakaknya Liza.

TAMAT

Diatas panggung

Aku punya sebuah kebiasaan sejak lama. Aku suka sekali bila tubuhku dipandangi dengan bebas. Mungkin karena aku terlalu mencintai tubuhku. Aku selalu merawat tubuhku agar tetap indah untuk dipandangi orang lain. Aku merawat kulit, rajin mandi susu, wax juga kulakukan. Dadaku sangat montok. Ukuran 36B, perutku rata, dan aku masih perawan. Aku suka bila dilihati tetapi tidak suka dijamah. Vaginaku sangat indah bila kuperhatikan, karena bulunya tidak begitu lebat, juga tidak tipis. Aku benar-benar mencintai tubuhku.

Hari itu aku dapat voucher menginap di sebuah hotel di Bali. Tadinya aku ingin mengajak teman-temanku. Tetapi aku berpikir mungkin aku ingin sendiri dulu.

Aku suka memakai bra yang mendorong dadaku naik. Sehingga dadaku terlihat lebih besar. Aku juga suka mengenakan rok pendek dan G string. Hari itu aku mengenakan rok yang sangat pendek hanya sepantat. Dan aku memakai kaos ketat berwarna putih dengan bra yang membuat dadaku sehingga terlihat lebih besar. Saat di toilet sebelum check in, aku sadar bahwa dadaku akan tampak lebih indah bila tidak dibungkus bra. Maka aku lepas braku hingga para tamu melihat padaku karena aku cantik, sexy dan tinggi seperti model-model porno yang mereka lihat di majalah.

Hari itu sangat panas. Aku merasa sangat horny. Ketika masuk ke kamar, aku langsung membuka jendela balkon. Kulihat, di sana langsung menghadap pantai, beberapa kelompok orang sedang berdiri memandang ke hotel arahku. Lalu aku bertambah horny. Aku membuka kausku begitu saja, duduk di balkon kamarku. Mata-mata mereka memandangi dadaku yang telanjang dan mencuat itu. Aku berniat memanas-manasi mereka sambil pura-pura tidak peduli.

Aku meraba dadaku dan mencubit putingnya. Aku merasakan sensasi menggelitik. Mungkin karena aku sedang ditonton, juga karena memang aku sedang horny. Aku membelai perutku dan menurunkan sedikit rokku. Mengelus-elus paha dan pangkal pahaku sementara tatapan mereka semakin nyalang. Aku pura-pura tidak melihat dan tenggelam dalam duniaku sendiri. Aku menyusupkan tanganku ke dalam rok dan mengusap-usap vaginaku yang mulai basah. Lalu aku mengeluarkan tanganku dan menghisapnya.

Kemudian aku menungging di atas kursi dan menggosok-gosokan dadaku di kursi seperti kucing, lalu menggosok-gosokan vaginaku di lengan kursi. Seakan aku juga terjebak dalam permainanku sendiri, aku menyambar handuk dan menutupi dadaku. Lalu aku menurunkan rokku dengan dramatis, agar mereka bisa melihat pantatku yang indah. Aku sengaja lebih menungging lagi agar mereka bisa melihat vaginaku dari belakang.

Aku merasa penontonku semakin banyak. Aku semakin berani. Kunaikkan kakiku di atas pagar balkon dan duduk di kursi dengan handuk menutupi dadaku. Lalu aku merentangkan kakiku selebar-lebarnya dan mengusap-usap klitorisku. Seluruh tubuhku menggelinjang keenakan dan aku melenguh. Semakin lama aku menggosok vaginaku semakin cepat. Sentuhan di benjolan itu membuat tubuhku menggila. Aku berusaha menahan agar aku tidak cepat-cepat orgasme. Aku menggosoknya lebih pelan dan agak turun intensitasnya. Lalu kupercepat lagi. Aku hampir menjerit saking nikmatnya. Lalu aku membuka vaginaku dengan tangan kanan dan tangan kiriku masih menggosok vaginaku dengan penuh nafsu.

Aku hampir orgasme. Aku benar-benar menjerit keenakan. Kulihat mereka terbengong dengan penuh nafsu. Dan aku pun akhirnya orgasme. Aku merentangkan kakiku semakin lebar dan kumasukkan tiga jari sekaligus ke liang vaginaku. Kukeluarmasukkan di permukaannya karena aku takut menerobos keperawananku.

Aku menutup mata dalam posisi jari dalam vagina. Beberapa saat kemudian, aku mengusap vaginaku lagi, kali ini dengan tangan meraba-raba dadaku sehingga handukku pun terjatuh. Aku menggosok-gosoknya sampai aku terduduk lemas saking enaknya. Lalu aku menjilat jari-jariku dengan tatapan nakal.

Mereka akhirnya tersadar bahwa aku melakukannya dengan sengaja. Tetapi aku tidak peduli. Mereka bertepuk tangan. Lalu aku berjalan masuk padahal aku semakin terangsang. Aku bermasturbasi dalam kamar sekali lagi. Hari itu sangat luar biasa bagiku.

Pada hari kedua, aku pergi ke kafe sendirian. Aku sedang dalam nafsu tinggi karena kemarin. Aku memakai rok mini dan bikini tipis yang menunjukkan jelas putingku. Aku tidak memakai celana dalam. Di kafe itu, lampunya cukup remang. Kemudian seorang cowok mendekatiku

"Mbak, sendirian?" tanyanya.

Kulihat tampangnya lumayan. Aku tersenyum dan bergeser untuknya. Ia terus melihat pada dadaku yang menjulang. Kukatakan padanya dengan blak-blakan..

"Kuizinkan kamu melakukan oral sex padaku. Tapi kita harus melakukannya di sini." kataku.
"Di sini?", tanyanya sambil melihat ke sekeliling kafe remang itu.
"Takut?" tantangku. Dia menggeleng.

Ia melumat bibirku sementara tangannya menjelajahi buah dadaku.

"Gue bener-bener beruntung! Lanjutinnya dimana?"
"Nggak ada lanjutin. Aku cuma mau kamu ngoral aku." kataku. Ia berhenti sejenak.
"Bagianku?"
"Mau nggak?" tanyaku menuntun tangannya menyusup di balik rok dan menyentuh vaginaku yang basah.

Ia menggigit putingku dari luar bikini. Aku menggelinjang dan mulai bersandar santai pada sofa. Ia meremas-remas dadaku sementara tanganku bermasturbasi sendiri. Aku menjerit kecil sehingga mata-mata nakal mulai melihat. Aku bertambah basah. Dia melepaskan bikiniku dan melumat dadaku sementara aku memangkunya. Aku merasakan penisnya menegang. Ia melumatku semakin dahsyat dan aku menjerit lagi. Ia lalu menyusupkan tangannya ke dalam celana dalamku dan menggosok naik turun vaginaku. Aku terkikik antara geli dan nikmat.

Ia berjongkok dan kuturunkan rokku ketika aku masih berdiri dengan dada telanjang. Pandangan mesum mengarah padaku tetapi aku tidak peduli. Mukanya telah menghadap tepat pada vaginaku yang kubuka lebar. Saat lidahnya menjilat, aku merasakan sensasi luar biasa. Tubuhku menggelinjang nikmat. Ia menjilat sambil jarinya terus menggosok vaginaku. Aku menjerit-jerit. Lalu jarinya dimasukkan ke dalam vaginaku. Sakit rasanya. Aku takut kehilangan keperawananku.

"Aku masih perawan." ujarku. Ia tertawa. Sebagai balasannya, ia menggigit kecil klitorisku hingga aku menjerit.
"Tenang aja" jawabnya.

Lalu ia memasukkan jarinya pelan-pelan. Rasanya aneh. Lalu ia memutar-mutar jari-jarinya di dalam vaginaku. Aku mulai merasakan nikmatnya. Aku mengangkat pantatku dan meminta lebih. Ia mulai mempercepat gerakan jarinya sambil juga menjilat klitorisku. Sesekali digigitnya. Aku tidak tahu lagi aku dimana. Aku hanya merasa nikmat. Mereka juga memandangiku. Aku begitu bahagia. Aku orgasme. Aku benar-benar lemas. Tiga kali aku dibuatnya orgasme tanpa ia perlu melepas celana.

Kemudian ia memakaikan rok dan bikiniku. Ia melumat bibirku saat kami selesai. Ia berkata dengan nada lembut dan nafas berderu..

"Aku mau lebih. Aku mau merawanin kamu." katanya. Aku tersenyum
"Nggak bisa." kataku.
"Kenapa?" tanyanya.
"Buat aku jatuh cinta." kataku.

Ia membuktikannya. Ia mengabulkan apa mauku. Kami berulang kali bercinta di hadapan umum. Semakin hari semakin gila. Aku tidak ingin pulang dibuatnya. Suatu hari kami bercinta di pantai. Di lain hari kami bercinta di laut. Kami berkali-kali memotret diri sendiri dan merekamnya untuk kami tonton sendiri ataupun untuk disebarkan. Saat menontonnya sendiri ataupun menyaksikan orang lain yang menonton, kami menjadi horny dan bercinta di mana saja selama belum diusir.

Tetapi akhirnya aku meninggalkannya saat pulang ke kotaku. Aku masih lebih suka mempertontonkan diri sendiri. Kali ini aku berani menggunakan vibrator.

*****

Akhirnya aku bisa benar-benar jatuh cinta pada seseorang. Ia adalah kakak temanku. Hari itu aku dan teman perempuanku sedang menonton film porno di rumahnya. Kami sama-sama suka bermasturbasi. Saat itu kami sedang bugil, lalu aku sadar bahwa kakaknya ada di kamar sebelah. Lalu muncul ide gila ini. Kami akan melakukan adegan sex dengan pintu terbuka. Saat itu orang tua temanku sedang tidak ada.

Aku buru-buru melepas pakaianku, tetapi masih memakai G String. Lalu aku duduk di kursi kulit dan menghadap pintu. TV kami matikan. Temanku yang ternyata biseks mulai menjelajahi dadaku. Rasanya aneh. Antara sesama wanita rasanya begitu lembut walau aku tidak begitu horny dengannya. Lalu jarinya menjelajah ke vaginaku. Lalu kakaknya keluar hingga ia terpaku mendengar desahanku. Saat itu temanku sedang memasukkan vibrator dalam vaginaku. Aku menggelinjang keenakan sambil menggosok-gosok klitorisku sendiri. Temanku tertawa nakal. Lalu kakaknya masuk dalam kamarnya dan membentak..

"Ngapain lo berdua?"

Kami pura-pura terkejut. Ia benar-benar marah pada adiknya. Tetapi ia tidak marah padaku. Jadi kutunjukkan saja lebih demonstratif untuknya. Aku mencabut vibrator dan berjalan ke arahnya dengan telanjang bulat. Ia terpaku melihatku dengan agak salah tingkah. Aku menciumnya. Ia tidak membalas. Tetapi aku tidak menyerah!

Aku duduk di hadapannya dan menaikkan kakiku satu-satu. Kurentangkan selebar-lebarnya. Ia terbelalak melihat vaginaku. Aku bangga akan tubuhku. Aku bermasturbasi di hadapannya. Aku sangat menyukainya. Ia membuatku lebih horny lagi. Ketika aku hampir memasukkan vibrator, ia mendekatiku. Melumat bibirku dan turun sampai ke vaginaku. Aku membuka pakaiannya. Kami sama-sama berdiri. Tadinya aku hampir orgasme tetapi tidak jadi.

"Aku suka kamu" kataku. Ia tidak bereaksi.

Ia menciumi tengkukku dan tangannya menggerayangi tubuhku. Aku menidurinya dan memegang penisnya yang mengeras. Temanku keluar sambil tersenyum padaku. Aku mengocok penisnya dan menjilatinya. Sesekali menggigit kepalanya. Ia mengerang. Lalu aku menggosok-gosok penisnya pada vaginaku.

Penisnya cukup besar hingga aku agak takut dan terus melumatnya. Semakin lama aku semakin menikmatinya. Rasanya seru. Aku terus menjilat dan berusaha memasukkan penisnya dalam mulutku. Aku menggigit-gigitnya dan sesekali memainkan zakarnya. Ia mengerang keenakan sampai akhirnya ia orgasme. Aku menelan semua spermanya. Aku tertawa senang. Lalu ia balik menerkamku. Vaginaku habis dijilat dan digigitinya. Ia bagaikan singa gila. Dan dia adalah pria paling hebat dalam melakukan oral sex yang kutahu selama ini. Aku orgasme sampai empat kali!

Dia lalu memasukkan penisnya dalam vaginaku. Aku dan dia sama-sama mendesah-desah keenakan. Aku merasakan denyutan di vaginaku semakin kuat hingga aku menjerit keenakan. Sementara dia juga sesekali menjerit. Kami benar-benar gila. Sesekali ketika aku berkata akan orgasme, ia berhenti dan mengganti posisi. Aku benar-benar lemas dia buat. Ia hebat sekali dalam bercinta. Ketika akhirnya aku dan dia sama-sama orgasme, itu adalah orgasme yang paling yang pernah kurasakan.

Aku takkan pernah melupakannya. Nikmatnya masih terasa setelah setengah hari berlalu. Ketika mengingatnya, aku jadi sering bermasturbasi sendiri. Bahkan terkadang di hadapan umum sekalipun bila aku sedang horny sekali.

TAMAT

Di oral waria

Aku masih 18 tahun waktu itu, baru lulus SMA. Dan kejadian itu terjadi setelah aku pulang dari pawai kelulusan SMA-ku. Aku memang sering menghayal tentang hubungan sex sejak SMP. Tapi aku nggak habis pikir kenapa sex pertamaku harus kulakukan dengan seorang waria.

Habis pulang dari pawai ituaku tidak langsung pulang, karena capai aku duduk duduk saja sambil nunggu keringatku kering. Aku kaget banget karena tiba tiba saja aku didatangi tiga mahkluk yang berdandan mirip artis. Mereka langsung duduk di sebelahku. Satu diantara mereka memberiku teh botol. Karena memang haus aku langsung terima saja minuman itu.

Aku sedikit lega karena keadaan waktu itu sepi banget jadi aku nggak terlalu malu. Jujur aku belum pernah duduk sebelahan dengan waria sebelumnya. Setelah ngobrol ngalor ngidul baru aku tahu nama mereka: Linda, Tania dan Silvi. Karena kebelet pipis aku segera mencari toilet ditaman itu. Kebetulan toiletnya berada tak jauh di belakang kami duduk. Aku pun segera minta ijin buat kencing. Mereka cuma mengiyakan aja. Aku segera cabut ke toilet.

Tapi sebelum aku sampai ke toilet mataku benar benar dibuat tak berkedip oleh pemandangan yang secara nyata baru aku lihat saat itu. Seorang cowok sedang di oral oleh seorang waria di deket toilet itu. Ake lihat cowok muda yang kira kira baru umur 25 tahunan itu menggeliat-geliat seperti ular bahkan bokongnya ikut terangkat saat waria itu bergerak bebas diatas selangkangan cowok itu.

Sebenarnya cowok itu melihat aku saat itu tapi dia cuek aja. Akupun masuk toilet biar bagaimanapun air kencing ini harus di keluarkan. Tapi pikiranku masih tertuju ke pemandangan indah diluar tadi. Bahkan kontolku kini sudah setengah tegang jadinya.

"Hayo ngapain?"

Tiba tiba aja linda sudah ada di belakangku, memang pintunya tidak aku tutup tadi. Aku bener bener kaget dan langusng kumasukkan kontolku.

"Kok ditutupi, Linda nggak boleh lihat yah?" katanya sambil mendekat.

Aku hanya gugup campur malu. Tapi Linda malah meraba raba celana depanku.

"Sudah tegang begini kok didiemin. Kasihan kan sayang?" katanya sambil meremas kontolku.

Aku cuma diam aja di perlakukan seperti itu. Jujur aku malah ingin lebih. Linda mendorongku hingga aku bersandar di tembok. Tanpa minta ijin dulu dia langsung membuka celana abu-abu-ku. Di perosotkan sampai kedengkul. Linda tersenyum dan mendongak kewajahku.

"Adi pingin seperti yang diluar kan?" godanya.

Aku malah mengangguk seperti anak kecil. Linda mencimu dan menjilati kontolku yang masih terbungkus CD-ku hingga nampak basah oleh air liurnya.

Aku juga tidak mau tinggal diam segera aku raih susu buatanya itu kuremas-remas. Dan akhirnya aku dengar Linda mensdesah nikmat. Aku menekan kontolku kewajahnya. Dan dia mengerti apa yang aku mau. Linda menarik CD-ku. Kini bagian bawahku sudah tidak terbungkus apa apa lagi. Kontolku pun lagsung mengacung bebas menantang Linda.

Tapi linda tidak langsung menghisap kontolku. Linda malah lebih senang mempermainkan perasaanku dengan menjilati pahaku sampai ke dengkul. Ku pegang sendiri kontolku dan kuarahkan ke mulutnya tapi tetap saja Linda tak mau bergeming. Malah bagian buah zakarku yang di elus elusnya.

"Lin.. Pliss" Aku mendesah nikmat saat Linda menjilat jilat kedua biji kontolku. Aku sengaja menurunkan pantatku agar Linda segera memngenyot kontolku tapi lagi lagi gagal. Linda malah bergerak naik dan membuka baju seragamku.

Aku sudah tanpa busana sedangkan linda masih utuh dengan kostumnya. Aku mencoba membuka atasan Linda dan langsung menggelantung indah dua susu buatannya. Aku ingin sekali mencicipi susu itu dengan mulutku namun Linda malah menyosor puting susuku duluan. Pertyama di pilin halus puting kananku sementara putingku yang kiri di jilat dan di isep isep. Aku hanya bisa memejamkan mata menahan rasa nikmat itu.

Tidak tahan di perlakukan seperti itu aku berniat mengocok sendiri kontolku. Tapi baru tiga empat kali kocokan tangan Linda langsung menahanku. Di pegang erat taganku dan praktis aku nggak bisa berbuat apa apa selain hanya bisa menerima rangsangannya. Biar bagaimanapun tenaganya lebih kuat dari tenagaku. Jadi dia yang menguasai ritme permainan.

Setelah puas mencucupi putingku Linda bergerak turun dan menjilati pusarku. Kembali aku harus mendesah geli waktu itu. Linda kemudian turun lagi dan kali ini kembali hinggap di pahaku bukan kontolku.

"Uhh.. Lin pliss.." Aku memelas agar linda segra memasukkan kontolku kemulutnya.

Linda tampaknya udah kasihan banget melihatku merintih rintih seperti itu. Linda langsung membuka mulutnya lebar lebar dan.. Bless.. Kontolku langsung bersarang di mulutnya. Sungguh enak banget rasanya. Maklum saat itu pertama kali aku di emut. LInda mulai menggerakkan mulutnya maju mundur, disertai hisapan hisapan kuat pada batang kontolku. Linda masih sempat melirik ke wajahku yang meringis ringis keenakan.

Kini tangannya meraba dadaku dan kembali diremas. Di pilin pilinnya puting susuku sementara tangan yang kiri muengelus ngelus buah zakarku. Aku hanya bisa merem melek meresapi kenikmatan itu.

"Hookkss.. LIn nimat banget.. Teruss.." aku menceracau sekenanya aku pegangi kepala linda dan kutekan agar kontolku lebih dalam lagi masuk kemulutnya. Aku segera mengerak gerakan pantatku maju mundur. Aku semakin cepat bergerak karena aku rasa aku udah pingin ngecret. Linda tahu akan hal itu Dia pun langsung tambah tenaga menghisap kontolku.

"Lin.. Aku keluarr.." Aku takan pantatku dan kutarik kepala linda.

Crot.. Crot.. Crot.. Aku muntahkan maniku kedalam mulutnya Aku lirik kebawah teryata Linda menelan semua maniku.

"Kamu telan Lin?" tanyaku heran.
"Nggak apa. Enak kok" katannya lagi.

Aku hanya nyegir aja dibuatnya. Linda bangkit dan meraih kepalaku di belai halus rambutku. Aku pun ikut terbangun. Linda sendiri memandangiku. Lama kami tak berbicara aku pikir dia meminta uang tapi setelah aku sodorkan sejumlah uang dia malah terbahak melihatnya. Aku jadi bingung tapi pura pura saja sok tenang.

"Linda hanya ingin di perbolehkan menghisap kontol Adi sewaktu waktu" katanya lagi. Aku terbengong.
"Untuk Adi gratis. Dan kalo Adi mau temen Linda tadi juga mau kok menghisap kontol Adi" Linda tersenyum kecil dan mencimu keningku.

Aku segera memakai seragamku lagi. Aku bilang pada Linda kalo aku harus segera pulang.

"Thanks banget Lin" kataku padanya. Linda mengangguk pelan. Dia melambaikan tannganya ke arahku.

Sampai rumah aku benar benar tidak bisa tidur mengingat kejadian sore tadi. Aku hanya berharap tak menemui lagi ketiga orang itu. Aku tidak boleh menjadi bagian dari mereka lagi pula aku sudah ditunangkan dengan Linda asli. Linda yang asli perempuan. Bukan Linda jadi jadian.

Aku tergagap. Saat kulihat ketiga waria tadi sudah berada di kamarku. Aku segera berusaha berteriak tapi sia sia saja. Mereka membungkam mulutku. Sementara satu persatu pakeanku dilucuti hingga sama sekali tubuhku tak tertutupi satu benangpun.

Linda segera menyerang kontolku, kedua temannya memegangiku agar tak bergerak. Aku hannya bisa pasrah saja di perlaukan seperti itu. Linda masih terus mengenyotiku. Silvi dan Tan tambah kencang memegangiku.

"Lin nggak Lin. Aku mohon.. Lin tolong.." kataku memelas, tapi tetap saja kontolku tidak bisa menegang mungkin karena takut. Ketiga waria itu masuh saja memaksaku. Edannya lagi Linda berdiri dan menunjukkan kontolnya.
"Isep donk Adi sayang" katanya memang pelan tapi bagiku itu menakutkan sekali.

Tania memaksaku untuk membuka mulut dan menghisap kontol temannya itu. Tidak ada pilihan lain kecuali menuruti perintah mereka. Aku teraksa membuka mulutku dan masuklah kontol Linda ke mulutku. Aku hampir mual dan muntah, tapi Silvi tetap menekan kepalaku. Linda bergerak liar, pantanya maju mundur memompa mulutku. Aku sampai tersedak sedak karena memang kontolnya itu lebih gede dari kontolku.

Linda masih saja memaju mundurkan pantatnya, saat Tania dan Silvi juga ikut ikutan membuka kontol mereka masing masing dan sengaja memamerkan kebesaran kontolnya padaku. Aku tidak berani menatap kontol kontol itu. Aku hanya pejamkan mataku. Hingga ke dengar Linda mendesah panjang aku tahu Linda hampir keluar aku berusaha melepas kan kontol itu, tapi Tania segera menekan kepalaku.

"Telan donk Adi.." katanya.

Aku mau berontak tapi tak bisa tenagaku jauh lebih kecil jika dibandingkan tiga waria itu. Linda terus saja menceracau. Sampai akhirnya ada yang terasa hangat hangat asin dimulutku. Linda telah ngecret dimulutku. Aku berusaha meludahkan cairan itu tapi tetap tidak bisa. Jadi terpaksa semua cairan itu aku telan dari pada kelamaan dimulut dan membuatku muntah. Mereka bertiga tertawa terbahak. Melihatku menelan sperma Linda.

"Enak kan sayang" kata Silvi.

Aku masih gugup ketakutan. Kali ini Silvi dan Linda membuka semua pakean mereka. Sama seperti Linda mereka ingin aku mengoral kontol kontol itu. Aku benar benar menangis tapi percuma saja kontol kontol itu tetap masuk juga ke mulutku. Bahkan kontol kontol itu terlalu besar untuk ukuran mulutku. Mereka jadikan mulit ku sebagai anus saja layaknya. Mereka membor habis mulutku. Yang aku harap hanya kontol itu cepat keuar spermanya dan cepat selesai kejadian mengerikan itu.

Benar saja beberapa menit kemudia satu persatu keluar air mani mereka. Aku udah berpikiran lega waktu itu. Mereka terduduk di lantai kamarku. Aku berharap mereka cepat keluar dari kamarku. Tapi salah mereka malah semakin ganas. Mereka kembali menerjangku menindihku. Mulut mereka berusaha menciumi seluruh tubuhku. Aku tetap berusaha melawan mereka tapi sia sia juga.

Silvi mencucupi puting susuku sementara Tania berusaha membangunkan kontolku. Linda sendiri menatapku dan tersenyum. Dia mengacungkan jempolnya ke mukaku. Aku alihkan pandanganku dari dia. Aku terus saja meronta. Saat Linda kembali ikut menggerayangiku.

Aku benar benar tidak bisa bernafas saat Silvi memagut bibirku dan meludahi mulutku dengan ludahnya. Kembali aku di kagetkan dengan kuluman di kontolku tapi kali ini Tania yang mengulum bukan Linda. Tapi siapa saja yang melakukan tetap saja kontolku tak bisa berdiri. Justru aku semakin ketakutan.

Dan kali ini aku berteriak keras saat Tania mulai mencocol lubang anusku. Aku takut disodomi. Silvi turun menggerayangi perutku. Sementara Linda tetap membantu Tania menucuk nusuk pantatku. Aku berteriak teriak saat Tania mencoba memasukkan kontolnya ke anusku.

"Tan jangan Tan aku mohon.." Aku memelas agar Tania tidak menyodomiku. Namun dia semakin buas saja. Dan saat kontolnya masuk ke anusku kontan aku berteriak histeris.
"Tolongg.. Hentikann.." kataku kesakitan.

Tapi Tania tetap cuek dan menggerakkan pantatnya maju mundur. Aku semakin keras berteriak dan memohon agar dia berhenti melakukan itu. Tapi hasilnya nl malah Tania semakin liar memompa anusku. Tapi teriakanku juga nggak kalah. Aku juga semakin keras berteriak memmanggil seisi rumah.

"Tolongg.. Pa.. Ma.." Aku berteriak teriak memanggil Papa dan mama. Aku semakin lemas saja di perlakukan Tania seperti itu. Aku hampir kehabisa suara dan lemas. Kemudian aku hanya pasrah saja. Terdiam lemas.

Saat lemas itu justru aku rasa gempuran Tania dan teman temannya mulai mereda. Dan kurasakan ada sentuhan lain. Sentuhan yang sudah aku hafal sentuhan siapa. Terasa lembut.

"Say.. Bangun dong say.. Say kamu kenapa?" Suara lembut itu. Linda. Hanya Linda asli yang punya suara itu. Linda menepuk nepuk pipiku bermaksud menyadarkanku. Aku peluk Lindaku. Dia membelai lembut punggungku.

"Linda maafkan aku" Entah mengapa aku lepas kontrol. Tanpa takut Linda akan meninggalkanku, aku langsung menceritakan semua kejadian yang aku alamin termasuk sore tadi. Dengan lembut Linda mencium keningku.

"Say.. Aku bahagia karena aku akan mempunyai calon suami yang jujur sepertimu. Asal kamu nggak akan pernah melakukan seperti itu lagi aku akan tetap mencintaimu." Katanya begitu halus.
"Makasih Lin.." Aku begitu lega berada di peluknya.

Pelukan sejati dari orang yang benar benar mencintai aku. Dan sampai saat ini pun kami sudah dianugrahi dua orang anak.

TAMAT

Derita seorang artis seksi

Tamara Bleszynski dan suaminya, turun dari mobil di depan rumah mereka. Mereka baru saja berkunjung ke kerabat mereka di Bandung, dan pada pukul 11 malam ini baru bisa sampai di rumah. Pada saat mereka berdua turun dari mobil, tiba-tiba ada Panther hitam yang mendekati sambil menyalakan lampu mobil yang sangat terang. Karena silau dan kaget, Tamara tidak langsung sadar bahwa mobil tersebut telah ada di sampingnya. Segera saja pintu Panther itu terbuka dan tiga pasang tangan keluar dari dalam mobil. Yang pertama memegang tangan kiri, yang kedua menarik tangan kanannya, dan yang ketiga meraih pinggangnya dan menarik tubuhnya masuk ke Panther. Setelah Tamara masuk ke dalam. Panther tersebut langsung tancap gas.

Di dalam mobil, Tamara melihat ada lima orang yang bertampang beringas yang pertama dipanggil Boss oleh yang lain, ada juga yang Botak, yang satu lagi bermuka Bopeng dan di sampingnya ada salah satu matanya ditutup kain hitam ala bajak laut. Sedangkan di depan ada lagi yang berambut Jabrik.

"Lepaskan! Apa-apaan ini?! Tolong!" teriak Tamara sambil meronta-ronta, sementara ada tangan-tangan penculiknya menggerayangi tubuhnya. Ada yang meremas pinggulnya, mengelus pahanya, dan yang membuat Tamara menjerit kesakitan adalah Boss dan Botak yang meremas payudaranya keras-keras.
"Aaah, jangan! Jangan! Lepaskan saya! Tolong!" erang Tamara sambil berontak tanpa hasil.
Para penculik tersebut membuat Tamara seperti boneka selama perjalanan ke markas penculik tersebut. Akhirnya Panther tersebut berhenti dan dengan dipegangi oleh 4 orang masing-masing di tangan dan kaki, Tamara yang sudah kelelahan meronta selama perjalanan digotong masuk ke sebuah ruangan. Dalam ruangan itu hanya ada satu ranjang dan lemari besi.

"Ikat dia!" Boss menyuruh 4 anak buahnya mengikat tangan dan kaki Tamara ke sudut-sudut ranjang, sehingga tubuh Tamara membentuk huruf X, kaki dan tangannya membuka lebar.
"Gimana sekarang Boss?" tanya Jabrik sambil menjilati bibirnya. Dia sudah sangat terangsang, batang kemaluannya sudah menegang dari tadi.
"Kita giliran! Pertama gue, trus selanjutnya loe gantian!" putus sang Boss, "Sekarang loe semua telanjangin aja dulu dia."
"Jangan! Jangan! Lepaskan!" Tamara mulai meronta-ronta lagi ketika Botak, Mata Satu, dan yang lainnya mendekatinya dan langsung merobek-robek bajunya sampai dia telanjang bulat. Tamara menangis sekeras-kerasnya sambil terus berusaha melepaskan diri.

"Wow, bodinya oke banget" seru Botak, "Gila, bunder ama sih loe. Gue taruhan pasti enak banget ngisep puting susu loe!" Setelah itu mereka semua langsung melepas pakaiannya masing-masing. Tamara menggigil ketakutan melihat ukuran kejantanan mereka yang luar biasa besarnya. Sementara anak buahnya menggerayangi tubuh Tamara dari pinggir ranjang, sang Boss langsung naik ke atas ranjang dan mengambil posisi di atas Tamara.

"Gimana? Loe udah siap kan Sayang? Tenang aja loe bakal ngerasain yang belon pernah loe rasain lewat suami loe!" kata si Boss sambil mengocok batang kemaluannya agar benar-benar tegang.
"Jangan! Lepaskan saya! Saya janji tidak lapor polisi!" mohon Tamara sambil menangis.
"Hush! Kita di sini mau senang-senang Sayang! Masa loe mau pergi dulu!" kata si Boss sambil mulai mengarahkan batang kejantanannya ke liang senggama Tamara.

"Jangan.. jangan.. saakkit, jaangaakkhh" Tamara berteriak-teriak ketika si Boss mulai mendorong masuk batang kejantanannya.
"Buset! Sempit amat memek loe.. Loe seminggu maen berapa kali sih ama suami loe?!" dengus si Boss sambil terus mendorong batang kejantanannya yang baru bisa masuk sampai kepala, sementara Tamara menjerit sejadi-jadinya, karena selain masih sempit, liang kewanitaannya juga kering sekali sehingga setiap si Boss mendorong batang kejantanannya sakitnya bukan main.

"Jangan! Ampun! Sakit sekali! Saya nggak kuat! Ampuungghh" Tamara kembali mendengus kesakitan ketika si Boss mulai mendorong-dorong batang kejantanannya lagi.
"Dorong sekalian aja Boss!" saran Bopeng sesaat waktu dia berhenti mengisap-isap puting susu Tamara.
"Oke Sayang! Loe siap ya! Gue mau dorong loe sekali lagi", si Boss bersiap sambil mengusap keringat di dadanya, Tamara merintih-rintih ketika sodokan si Boss berhenti sejenak. "Sakit sekkhh.. Aaarrgghh.. aakkhh.." si Boss mendorong keras-keras batang kejantanannya sambil memegangi pinggul Tamara. Hasilnya seluruh batang kejantanannya bisa masuk sambil diiringi jeritan Tamara yang melengking tinggi. Setelah itu mulailah si Boss bergerak maju mundur perlahan, setiap tarikan dan dorongan semuanya diiringi oleh erangan Tamara.

Akhirnya setelah 15 menit maju mundur, si Boss mulai bergerak makin cepat. Tamara yang sudah kelelahan mengerang dan lemas, mulai merasakan sakit yang menggigit liang kewanitaannya, sementara si Boss makin cepat maju mundur sampai seluruh ranjang berguncang-guncang.

"Sakitt! Aaah, ampuun! Ampuun.." Tamara tak berdaya, tubuhnya juga terbanting-banting di ranjang seirama dengan gerakan si Boss. Tubuh Tamara juga sekarang berkilau karena air liur yang dari lidah-lidah penculiknya yang menjilati tubuhnya dari paha sampai wajahnya. Sekarang si Mata Satu sedang mengigiti puting susunya sementara si Bopeng menjilati wajahnya. Si Jabrik meremas-remas susunya dan si Botak meraba sisa tubuh Tamara yang lain.

"Eeeggh, gue mau keluar Sayang, eegh.. eegh.. eegh.." dengus si Boss "Yaa.. ya.. gue keluarin Sayang, akk.. eaah.. eaahh.." tubuh si Boss mengejang sesaat sambil mendorong batang kejantanannya masuk ke liang kemaluan Tamara. Dari batang kejantanannya keluar sperma yang saking banyaknya sampai menetes keluar.

"Aaah! Gue puas bener nih! Gimana dengan loe Sayang?" perlahan si Boss menarik keluar batang kejantanannya yang lemas.
"Ampun, sakit sekali! Saya mohon, ampun.." erang Tamara lirih karena kesakitan dan kecapaian diperkosa si Boss selama 20 menit lebih.
"Oke sekarang giliran loe semua, jangan rebutan, dia udah jadi milik kita sekarang! Gue mau duduk dulu biar kontol gue bisa istirahat!" si Boss berkata sambil bersila di lantai, "Lo semua tunjukin gue kalo loe jantan oke?!"
"Beres Boss", seru mereka serempak.
"Sekarang gue duluan!" si Jabrik naik ke atas ranjang.
"Halo Tamara sayang! Kita mulai aja ya! Gue jamin punya gue lebih besar dari Boss!" Tamara kembali membelalakkan mata sambil berteriak.

Tak lama kemudian kontol besar milik si Jabrik sudah menyodok liang kewanitaan Tamara yang sudah tidak karuan bentuknya dan sodokan ganas ini membuat Tamara meneteskan air matanya. Berjam-jam lamanya Tamara mesti menerima siksaan dari laki-laki yang sudah lapar akan seks dan tubuh Tamara yang sangat seksi dan menggairahkan itu. Setelah mereka semua puas menyemprotkan cairan kenikmatan mereka ke dalam liang kemaluanTamara. Mereka menampar Tamara sehingga tamara menjadi pingsan dan ketika dia sadar, dia sudah berada di sebuah hutan yang dia sendiri tidak pernah mengenalnya sebelumnya.

Tak lama kemudian, Tamara melihat sebuah cahaya lampu senter di kejauhan dan dia berpikir bahwa sebentar lagi dia bisa melaporkan kejadian yang baru saja dia alami ke polisi. Tetapi sayang sekali karena dugaan dia salah sama sekali. Cahaya cahaya lampu itu berasal dari pemuda-pemuda desa dan ketika mereka melihat tubuh Tamara yang seksi dan panas itu, mereka tidak menolong Tamara tetapi mereka malah memperkosa Tamara. Sungguh pedih hati Tamara menerima kenyataan bahwa dia harus melayani 20 pemuda pemuda sekaligus. Ada beberapa pemuda yang menjilati payudaranya yang gempal, ada yang memasukkan kejantanannya ke dalam liang kewanitaan Tamara yang penuh dengan sperma yang sudah tidak tahu lagi milik siapa sperma itu dan ada pula yang menancapkan batangannya ke dalam anus Tamara dan mulut Tamara yang indah sekarang mesti melayani batang kemaluan dari 3 pemuda dan dia mesti menjilatinya satu persatu sehingga tak lama kemudian wajah cantik Tamara sudah dihiasi oleh sperma pemuda-pemuda itu. Setelah mereka semua puas memuaskan nafsu bejat mereka, mereka meninggalkan Tamara seorang diri di hutan yang gelap itu.

TAMAT

Bercinta dengan waria

Share0
Kejadian ini sudah 3 tahun yang lalu tapi masih sering teringat di benakku. Suatu malam, jam 3 pagi, aku berkeliling di Taman Lawang, saat menikung dari lampu merah kulihat, makhluk indah ini. Tinggi semampai dengan rok mini hitam yang ketat dan memakai atasan kaos putih yang tipis sekali dan ketat. Lekuk-lekuk tubuhnya jelas menerawang dari balik pakaiannya. Aku hentikan mobil lebih kurang 4 meter dari tempat dia berdiri. Dia datang ke depan grand civic-ku, berdiri di depan 1 m dari kap mobil, berkacak pinggang. Terlihat jelas payudaranya dari balik kaos yang super tipis, tidak terlalu besar, namun indah. Tampaknya tanpa bra, dia kemudian memutar ke arah pintu kiri, kubuka pintu lalu dia naik. Namanya Rina. Dia tanya mau ke mana, aku bilang hanya ingin mutar-mutar di dekat sini sambil berkenalan dengan dia. Aku merencanakan keliling sampai ujung Kuningan dan kembali ke Taman Lawang. Dia mengajak ke rumahnya atau ke hotel, aku bilang lain kali saat ini aku hanya kepingin kenalan saja, karena aku sedang tidak "in the mood" untuk "gituan".

Dia bilang, "Yang benar? kamu hanya ingin kenalan." Sambil berkata begitu dia membuka 2 kancing bajuku yang teratas, jemarinya menyelusup ke dalam meraba dadaku, mempermainkan puting di dadaku dengan jarinya. Baru satu kali aku merasakan permainan seperti ini, jemarinya sangat terampil memuntir sampai aku terangsang. Dia melakukan ini mulai dari ujung utara jalan Kuningan sampai balik ke ujung selatannya jalan Kuningan. Sambil mempermainkan puting di dadaku, dia merayu untuk kencan. Mengeluarkan kata-kata, janji tentang nikmatnya kencan dengan dia, dia bilang kita lihat sampai di ujung jalan nanti apakah benar aku tidak berminat untuk mencicipi tubuhnya malam ini. Aku terangsang hebat, kuusahakan nyetir dengan konsentrasi tapi jemarinya tetap menari dan bisikan serta ajakannya membakar tubuhku.

Akhirnya kami kembali ke Taman Lawang dan memarkir mobil di belakang di tempat gelap. Jepitan yang diselingi puntiran dan tarikan-tarikan di puting dadaku makin menggila setelah mobil berhenti. Dia mulai meraba selangkanganku, akhirnya aku buka ritsluiting jeansku. Rani minta aku melepas jeansku semuanya. Jadilah aku masih memakai baju namun telanjang bulat di bagian bawah. Dia meremas kemaluanku yang sudah mengeras sejak tadi sambil jemarinya tetap memberikan rasangan dahsyat ke putingku. Kadang tarikannya terasa agak sakit namun nikmat.

Aku tidak tahan, kuraih dia lalu menciumnya. Kurasakan lidahnya bermain dengan lidahku. Aku pun meraba payudaranya dan selangkangannya. Kami saling pagut dan saling raba dengan nafsu yang memuncak, dia kemudian mengeluarkan penisnya dari balik rok mininya.
Aku bilang, "Stop! Kita cari tempat lain untuk menuntaskan ini."
Dia bilang, "Jangan. Goyang Rani di sini saja Bang. Rani kepingin banget."
Dia tarik bahuku agar pindah ke atas tubuhnya di jok depan kiri yang sudah rebah. Aku terangsang sekali. Takut kepergok orang karena ini public place. Tapi dia rebah dengan penis yang tegak ke atas, dia kocok-kocok sambil bilang, "Ewek Rani Bang.. Bang.. Ewek Rani Bang.." Takut kepergok, tapi nafsu kebinatanganku memuncak. Kubuka kondom dan kupasang, langsung menindih tubuh Rani. Penisku memasuki tubuhnya dan kami lupa pada dunia sekitar, aku merajamkan penisku dengan ganas. Dia mengelepar di bawah tindihanku, saling kulum saling gigit, akhirnya kita keluar barengan. Aku keluar, air maninya membasahi perut kami berdua. Pengalaman tergila yang pernah kulakukan.

Waktu selesai sudah jam 4.30. Kuantar dia ke rumahnya di Manggarai dan tidak dapat menolak rayuan dia untuk singgah ke tempat kostnya. Mulanya aku khawatir takut mobilku dikerjain orang, tapi ada keamanan dibayar Rp.10000, mobil boleh parkir di suatu tanah kosong dan di jaga. Tiba di kostnya, wah surprise juga kostnya bagus, seperti paviliun, ada kamar mandi di dalam dan dapur kecil. Kami mandi dan makan Indomie masakan Rina. Lalu ngeseks lagi untuk kedua kalinya. Akupun bolos kerja hari itu.

Awalnya aku berencana tidur setelah makan dan mandi. Saat aku terkantuk-kantuk dia bilang mau dipijitin nggak biar tidurnya nikmat. Aku bilang ya. Dia kemudian mengambil minyak dari lemari, nggak tahu namanya apa tapi baunya harum. Aku disuruh bangun dulu dan dia membentangkan plastik seperti untuk jok mobil yang cukup lebar untuk menutupi ranjang king size-nya, supaya sprei jangan kotor kena minyak katanya. Aku telungkup, dia menuangkan minyak ke telapak tangannya kemudian disapukan ke bahu, dia memijat dari bahu ke punggung. Pijatannya nikmat aku semakin mengantuk kemudian aku disuruh balik telentang, seluruh tubuhku disapu oleh minyak yang harum itu. Bagian-bagian intim tidak luput dari sapuan minyak di jemarinya, kadang geli.

Aku disuruh telungkup lagi dan dia sekarang menuangkan minyak langsung ke punggungku dan memijat punggung, lengan kiri dan kanan tengkuk. Kemudian dia menuangkan minyak di antara kedua bongkahan pantatku, geli rasanya merasakan minyak itu mengalir. Saat antara sadar dan tidak aku tiba-tiba merasakan pijatannya turun ke bokong menyentuh pinggiran anusku, kemudian dia melebarkan pahaku. Aku mulai terangsang, penisku meronta akibat tertindih karena aku telungkup. Nikmatnya saat kedua tangannya meremas bongkahan pantatku dengan sekali-kali jarinya memutar di sekitar lubang anusku.

Saat rangsangan mulai naik mengaliri darahku, aku merasakan satu tangannya lepas tidak ikut meremas bongkahan pantatku. Kenikmatan yang mulai bangkit terasa berkurang. Aku menoleh ke belakang untuk memprotes, ya ampun apa yang kulihat Rani setengah berjongkok dia memijatku dengan 1 tangan sementara tangannya yang lain meremas dan mengocok penisnya yang tampaknya kepalanya bengkak berkilat urat-urat di batang penisnya. Terbayang, aku kepingin memakan penisnya hidup-hidup. Tubuhnya juga sudah mengkilat oleh minyak.
Rani bilang, "Kamu doyan ya? sama waria yang burungnya gede, kamu doyan burungku." Vulgar sekali omongannya bikin aku makin merangsang. Lalu kami tuntaskan permainan seks dengan Rani untuk yang kesekian kalinya.

TAMAT